DWI YULI KARYANTO |
Kajian Politik: Sistem Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia
Ilustrasi (By miauideologis.blogspot.com)
Mengenai sistem pemilu Norris menjelaskan bahwa rekrutmen seorang kandidat oleh partai politik bergantung pada sistem pemilu yang berkembang di suatu negara. Di Indonesia, pemilihan legislatif (DPR, DPRD I, dan DPRD II) menggunakan sistem proporsional dengan daftar terbuka. Lewat sistem semacam ini, partai-partai politik cenderung mencari kandidat yang populer sehingga punya elektabilitas yang tinggi di mata para pemilih. Hal ini pula yang mendorong banyak artis (sinetron, lawak, penyanyi) yang tergiur untuk bergabung ke dalam sebuah partai politik. Selain arti, banyak partai politik merekrut academic-celebrity sebagai kandidat mereka.[1] Daftar terbuka memungkinkan seorang kandidat mendapat contrengan lebih banyak ketimbang calon lainnya dalam partai yang sama. Bagi partai politik, populernya seorang caleg membuat pilihan pemilih terfokus kepada partainya ketimbang kepada partai-partai politik lain.
Di Indonesia pula, undang-undang pemilu yang terakhir mensyaratkan setiap partai politik menyertakan minimal 30% kandidat perempuan. Hal ini membuka kemungkinan yang lebih besar bagi perempuan untuk menjadi legislator. Namun, di sisi lain partai politik sangat selektif terhadap caleg perempuan: Hanya caleg perempuan yang memenuhi kriteria tertentu (cantik, populer, akademik) yang benar-benar masuk ke dalam 30% kandidat partai mereka. Tingkat persaingan antar caleg perempuan lebih besar ketimbang antar caleg laki-laki.
Pemilihan umum merupakan mekanisme penting dalam sebuah negara, terutama yang menggunakan jenis sistem politik Demokrasi Liberal. Pemilihan Umum yang mendistribusikan perwakilan kepentingan elemen masyarakat berbeda ke dalam bentuk representasi orang-orang partai di parlemen. Sebab itu, pemilihan sebuah sistem pemilihan umum perlu disepakati bersama antara partai-partai politik yang terdaftar (yang sudah duduk di parlemen) dengan pemerintah.
Indonesia telah menyelenggarakan 9 kali pemilihan umum. Khususnya untuk pemilihan anggota parlemen (baik pusat maupun daerah) digunakan jenis Proporsional, yang kadang berbeda dari satu pemilu ke pemilu lain. Perbedaan ini akibat sejumlah faktor yang mempengaruhi seperti jumlah penduduk, jumlah partai politik, trend kepentingan partai saat itu, dan juga jenis sistem politik yang tengah berlangsung.
Sebelum dilakukan pembahasan atas sistem pemilu yang pernah diterapkan di Indonesia, ada baiknya dijelaskan jenis-jenis sistem pemilu yang banyak dipakai di dunia. Penjelasan hanya dititikberatkan pada kategori-kategori umum dari setiap jenis sistem pemilu. Untuk melihat peta sistem pemilu, perhatikan bagan di bawah ini sebagai berikut :[2]
Gambar 7 Skema Jenis Sistem Pemilu
Secara garis besar, sistem Mayoritas/Pluralitas menghendaki kemenangan partai atau calon legislatif yang memperoleh suara terbanyak. Calon legislatif atau partai dengan suara yang kalah otomatis tersingkir begitu saja. Varian dari sistem Mayoritas/Plularitas adalah First Past The Post, Two Round System, Alternative Vote, Block Vote, dan Party Block Vote.
Sistem proporsional biasanya diminati di negara-negara dengan sistem kepartaian Plural ataupun multipartai (banyak partai). Meskipun kalah di suatu daerah pemilihan, calon legislatif ataupun partai politik dapat mengakumulasikan suara dari daerah-daerah pemilihan lain, sehingga memenuhi kuota guna mendapatkan kursi. Varian sistem Proporsional adalah Proporsional Daftar dan Single Transferable Vote.
Sistem Mixed (campuran) merupakan pemaduan antara sistem Proporsional dengan Mayoritas/Pluralitas. Kedua sistem pemilu tersebut berjalan secara beriringan. Hal yang diambil adalah ciri-ciri positif dari masing-masing sistem. Varian dari sistem ini adalah Mixed Member Proportional dan Parallel.
Sistem Other/Lainnya adalah sistem-sistem pemilu yang tidak termasuk ke dalam 3 sistem sebelumnya. Varian dari sistem lainnya ini adalah Single No Transferable Vote (SNTV), Limited Vote, dan Borda Count.
1. PEMILU
1955
Pemilu 1955
merupakan pemilu pertama yang diadakan oleh Republik Indonesia. Pemilu ini
merupakan reaksi atas Maklumat Nomor X/1945 tanggal 3 Nopember 1945 dari Wakil
Presiden Moh. Hatta, yang menginstruksikan pendirian partai-partai politik di
Indonesia. Pemilu pun – menurut Maklumat – harus diadakan secepat mungkin.
Namun, akibat belum siapnya aturan perundangan dan logistik (juga kericuhan
politik dalam negeri seperti pemberontakan), Pemilu tersebut baru diadakan
tahun 1955 dari awalnya direncanakan Januari 1946.
Landasan
hukum Pemilu 1955 adalah Undan-undang Nomor 7 tahun 1953 yang diundangkan 4
April 1953. Dalam UU tersebut, Pemilu 1955 bertujuan memilih anggota bikameral:
Anggota DPR dan Konstituante (seperti MPR). Sistem yang digunakan adalah proporsional.
Menurut UU nomor 7 tahun 1953 tersebut, terdapat perbedaan sistem bilangan
pembagi pemilih (BPP) untuk anggota konstituante dan anggota parlemen.
Perbedaan-perbedaan tersebut adalah sebagai berikut:[3]
o Jumlah
anggota konstituante adalah hasil bagi antara total jumlah penduduk Indonesia
dengan 150.000 dibulatkan ke atas;
o Jumlah
anggota konstituante di masing-masing daerah pemilihan adalah hasil bagi antara
total penduduk WNI di masing-masing wilayah tersebut dengan 150.000; Jumlah
anggota konstituante di masing-masing daerah pemilihan adalah bilangan bulat
hasil pembagian tersebut; Jika kurang dari 6, dibulatkan menjadi 6; Sisa jumlah
anggota konstituante dibagikan antara daerah-daerah pemilihan lainnya, seimbang
dengan jumlah penduduk warganegara masing-masing;
o Jika
dengan cara poin ke dua di atas belum mencapai jumlah anggota konstituante
seperti di poin ke satu, kekurangan anggota dibagikan antara daerah-daerah
pemilihan yang memperoleh jumlah anggota tersedikit, masing-masing 1, kecuali
daerah pemilihan yang telah mendapat jaminan 6 kursi itu;
o Penetapan
jumlah anggota DPR seluruh Indonesia adalah total jumlah penduduk Indonesia
dibagi 300.000 dan dibulatkan ke atas;
o Jumlah
anggota DPR di masing-masing daerah pemilihan adalah hasil bagi antara total
penduduk WNI di masing-masing wilayah tersebut dengan 300.000; Jumlah anggota
DPR di masing-masing daerah pemilihan adalah bilangan bulat hasil pembagian
tersebut; Jika kurang dari 3, dibulatkan menjadi 3; Sisa jumlah anggota DPR
dibagikan antara daerah-daerah pemilihan lainnya, seimbang dengan jumlah
penduduk warganegara masing-masing;
o Jika
dengan cara poin ke lima di atas belum mencapai jumlah anggota DPR seperti di
poin ke empat, kekurangan anggota dibagikan antara daerah-daerah pemilihan
memperoleh jumlah anggota tersedikit, masing-masing 1, kecuali daerah pemilihan
yang telah mendapat jaminan 3 kursi itu.
Pemilu 1955,
sebab itu, ada dua putaran. Pertama untuk memilih anggota DPR pada
tanggal 29 September 1955.[4] Kedua untuk memilih anggota Konstituante
pada tanggal 15 Desember 1955. Pemilu untuk memilih anggota DPR diikuti 118
parpol atau gabungan atau perseorangan dengan total suara 43.104.464 dengan
37.785.299 suara sah. Sementara itu, untuk pemilihan anggota Konstituante,
jumlah suara sah meningkat menjadi 37.837.105 suara.
parpol peserta pemilu 1955 (sumber: http://iikilo.blogspot.com /
koleksi Driwan Suwandy, MHA)
Hasil akhir Pemilu 1955 adalah sebagai berikut:
DPR
No. Partai
> Jumlah Suara > Persentase > Jumlah Kursi
1. Partai Nasional Indonesia (PNI)> 8.434.653> 22,32> 57
2. Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi)> 7.903.886> 20,92> 57
3. Nahdlatul Ulama (NU)> 6.955.141> 18,41> 45
4. Partai Komunis Indonesia (PKI) > 6.179.914> 16,36> 39
5. Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII)> 1.091.160>2,89 >8
6. Partai Kristen Indonesia (Parkindo)> 1.003.326>2,66 >8
7. Partai Katolik >770.740> 2,04> 6
8. Partai Sosialis Indonesia (PSI) >753.191> 1,99> 5
9. Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI)>541.306>1,43>4
10. Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (Perti)> 483.014>1,28>4
11. Partai Rakyat Nasional (PRN)>242.125>0,64>2
12. Partai Buruh> 224.167> 0,59> 2
13. Gerakan Pembela Panca Sila (GPPS)>219.985 >0,58> 2
14. Partai Rakyat Indonesia (PRI)> 206.161>0,55>2
15. Persatuan Pegawai Polisi RI (P3RI)>200.419>0,53 >2
16. Murba> 199.588 >0,53> 2
17. Baperki> 178.887> 0,47> 1
18. Persatuan Indonesia Raya (PIR) Wongsonegoro>178.481>0,47>1
19. Grinda> 154.792> 0,41> 1
20. Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai)>149.287>0,40>1
21. Persatuan Daya (PD)>146.054>0,39>1
22. PIR Hazairin> 114.644 >0,30> 1
23. Partai Politik Tarikat Islam (PPTI)>85.131>0,22>1
24. AKUI> 81.454> 0,21> 1
25. Persatuan Rakyat Desa (PRD)> 77.919 >0,21 >1
26. Partai Republik Indonesis Merdeka (PRIM)>72.523 >0,19 >1
27. Angkatan Comunis Muda (Acoma) >64.514 >0,17> 1
28. R.Soedjono Prawirisoedarso >53.306 >0,14> 1
29. Lain-lain> 1.022.433> 2,71 >-
Jumlah > 37.785.299> 100,00 > 257
2. Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi)> 7.903.886> 20,92> 57
3. Nahdlatul Ulama (NU)> 6.955.141> 18,41> 45
4. Partai Komunis Indonesia (PKI) > 6.179.914> 16,36> 39
5. Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII)> 1.091.160>2,89 >8
6. Partai Kristen Indonesia (Parkindo)> 1.003.326>2,66 >8
7. Partai Katolik >770.740> 2,04> 6
8. Partai Sosialis Indonesia (PSI) >753.191> 1,99> 5
9. Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI)>541.306>1,43>4
10. Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (Perti)> 483.014>1,28>4
11. Partai Rakyat Nasional (PRN)>242.125>0,64>2
12. Partai Buruh> 224.167> 0,59> 2
13. Gerakan Pembela Panca Sila (GPPS)>219.985 >0,58> 2
14. Partai Rakyat Indonesia (PRI)> 206.161>0,55>2
15. Persatuan Pegawai Polisi RI (P3RI)>200.419>0,53 >2
16. Murba> 199.588 >0,53> 2
17. Baperki> 178.887> 0,47> 1
18. Persatuan Indonesia Raya (PIR) Wongsonegoro>178.481>0,47>1
19. Grinda> 154.792> 0,41> 1
20. Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai)>149.287>0,40>1
21. Persatuan Daya (PD)>146.054>0,39>1
22. PIR Hazairin> 114.644 >0,30> 1
23. Partai Politik Tarikat Islam (PPTI)>85.131>0,22>1
24. AKUI> 81.454> 0,21> 1
25. Persatuan Rakyat Desa (PRD)> 77.919 >0,21 >1
26. Partai Republik Indonesis Merdeka (PRIM)>72.523 >0,19 >1
27. Angkatan Comunis Muda (Acoma) >64.514 >0,17> 1
28. R.Soedjono Prawirisoedarso >53.306 >0,14> 1
29. Lain-lain> 1.022.433> 2,71 >-
Jumlah > 37.785.299> 100,00 > 257
Konstituante
No.
Partai/Nama Daftar>Jumlah Suara>Persentase>Jumlah Kursi
1. Partai Nasional Indonesia (PNI) >9.070.218> 23,97> 119
2. Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) >7.789.619> 20,59 >112
3. Nahdlatul Ulama (NU)> 6.989.333> 18,47> 91
4. Partai Komunis Indonesia (PKI)> 6.232.512> 16,47> 80
5. Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII)> 1.059.922>2,80 >16
6. Partai Kristen Indonesia (Parkindo)> 988.810 >2,61> 16
7. Partai Katolik >748.591>1,99> 10
8. Partai Sosialis Indonesia (PSI) >695.932>1,84> 10
9. Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI)>544.803>1,44>8
10. Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (Perti)> 465.359>1,23>7
11. Partai Rakyat Nasional (PRN)>220.652>0,58>3
12. Partai Buruh> 332.047 >0,88> 5
13. Gerakan Pembela Panca Sila (GPPS)>152.892>0,40> 2
14. Partai Rakyat Indonesia (PRI)> 134.011 >0,35> 2
15. Persatuan Pegawai Polisi RI (P3RI)>179.346>0,47>3
16. Murba> 248.633 >0,66> 4
17. Baperki >160.456>0,42> 2
18. Persatuan Indonesia Raya (PIR) Wongsonegoro>162.420>0,43>2
19. Grinda >157.976> 0,42> 2
20. Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai)>164.386>0,43>2
21. Persatuan Daya (PD)>169.222>0,45>3
22. PIR Hazairin> 101.509> 0,27> 2
23. Partai Politik Tarikat Islam (PPTI)> 74.913 >0,20> 1
24. AKUI> 84.862> 0,22> 1
25. Persatuan Rakyat Desa (PRD)> 39.278 >0,10> 1
26. Partai Republik Indonesis Merdeka (PRIM)>143.907>0,38 >2
27. Angkatan Comunis Muda (Acoma)> 55.844> 0,15> 1
28. R.Soedjono Prawirisoedarso >38.356 >0,10> 1
29. Gerakan Pilihan Sunda> 35.035> 0,09> 1
30. Partai Tani Indonesia >30.060 >0,08 >1
31. Radja Keprabonan >33.660 >0,09 >1
32. Gerakan Banteng Republik Indonesis (GBRI)>39.874>0,1>
33. PIR NTB >33.823 >0,09> 1
34. L.M.Idrus Effendi> 31.988> 0,08> 1
35. Lain-lain> 426.856 >1,13>-
Jumlah > 37.837.105 > 514
2. Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) >7.789.619> 20,59 >112
3. Nahdlatul Ulama (NU)> 6.989.333> 18,47> 91
4. Partai Komunis Indonesia (PKI)> 6.232.512> 16,47> 80
5. Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII)> 1.059.922>2,80 >16
6. Partai Kristen Indonesia (Parkindo)> 988.810 >2,61> 16
7. Partai Katolik >748.591>1,99> 10
8. Partai Sosialis Indonesia (PSI) >695.932>1,84> 10
9. Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI)>544.803>1,44>8
10. Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (Perti)> 465.359>1,23>7
11. Partai Rakyat Nasional (PRN)>220.652>0,58>3
12. Partai Buruh> 332.047 >0,88> 5
13. Gerakan Pembela Panca Sila (GPPS)>152.892>0,40> 2
14. Partai Rakyat Indonesia (PRI)> 134.011 >0,35> 2
15. Persatuan Pegawai Polisi RI (P3RI)>179.346>0,47>3
16. Murba> 248.633 >0,66> 4
17. Baperki >160.456>0,42> 2
18. Persatuan Indonesia Raya (PIR) Wongsonegoro>162.420>0,43>2
19. Grinda >157.976> 0,42> 2
20. Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai)>164.386>0,43>2
21. Persatuan Daya (PD)>169.222>0,45>3
22. PIR Hazairin> 101.509> 0,27> 2
23. Partai Politik Tarikat Islam (PPTI)> 74.913 >0,20> 1
24. AKUI> 84.862> 0,22> 1
25. Persatuan Rakyat Desa (PRD)> 39.278 >0,10> 1
26. Partai Republik Indonesis Merdeka (PRIM)>143.907>0,38 >2
27. Angkatan Comunis Muda (Acoma)> 55.844> 0,15> 1
28. R.Soedjono Prawirisoedarso >38.356 >0,10> 1
29. Gerakan Pilihan Sunda> 35.035> 0,09> 1
30. Partai Tani Indonesia >30.060 >0,08 >1
31. Radja Keprabonan >33.660 >0,09 >1
32. Gerakan Banteng Republik Indonesis (GBRI)>39.874>0,1>
33. PIR NTB >33.823 >0,09> 1
34. L.M.Idrus Effendi> 31.988> 0,08> 1
35. Lain-lain> 426.856 >1,13>-
Jumlah > 37.837.105 > 514
2. PEMILU
1971
Pemilu 1971
diadakan tanggal 5 Juli 1971. Pemilu ini dilakukan berdasarkan Undang-undang
Nomor 15 Tahun 1969 tentang Pemilu dan Undang-undang Nomor 16 tentang Susunan
dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Pemilu ditujukan memilih 460 anggota DPR
dimana 360 dilakukan melalui pemilihan langsung oleh rakyat sementara 100 orang
diangkat dari kalangan angkatan bersenjata dan golongan fungsional oleh
Presiden.
Untuk
pemilihan anggota DPR dan DPRD digunakan sistem perwakilan berimbang
(proporsional) dengan stelsel daftar. Pemilu diadakan di 26 provinsi
Indonesia.[5] Rakyat pemilih mencoblos tanda gambar partai. Untuk memilih
anggota DPR daerah pemilihannya adalah Daerah Tingkat I (provinsi) dan
sekurang-kurangnya 400.000 penduduk memiliki satu orang wakil dengan
memperhatikan bahwa setiap provinsi minimal memiliki wakil minimal sejumlah
daerah tingkat II (kabupaten/kota) di wilayahnya. Setiap daerah tingkat II
minimal punya satu orang wakil.
Pemilu 1971
ini diikuti 9 partai politik dan 1 Golongan Karya, yaitu:
1. Partai Muslimin Indonesia
(Parmusi)
2. Partai Nahdlatul Ulama (PNU)
3. Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII)
4. Partai Islam PERTI
5. Partai Nasional Indonesia (PNI)
6. Partai Kristen Indonesia (Parkindo)
7. Partai Katolik
8. Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI)
9. Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Murba)
10. Golongan Karya (Golkar)
2. Partai Nahdlatul Ulama (PNU)
3. Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII)
4. Partai Islam PERTI
5. Partai Nasional Indonesia (PNI)
6. Partai Kristen Indonesia (Parkindo)
7. Partai Katolik
8. Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI)
9. Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Murba)
10. Golongan Karya (Golkar)
Sebagai
pemenang mayoritas hasil pemilihan umum ini adalah Golongan Karya.
Dalam Pemilu
1971, total pemilih terdaftar adalah 58.179.245 orang dengan suara sah mencapai
54.699.509 atau 94% total suara.[6] Dari total 460 orang anggota parlemen yang
diangkat presiden, 75 orang berasal dari angkatan bersenjata sementara 25 dari
golongan fungsional seperti tani, nelayan, agama, dan sejenisnya. Dari ke-25
anggota golongan fungsional kemudian bergabung dengan Sekber Golkar sehingga
kursi Golkar meroket hingga ke angka 257 (dari 232 ditambah 25). Dari 460 orang
anggota parlemen, jumlah anggota berjenis kelamin laki-laki 426 dan perempuan
34 orang.
Hasil Akhir
No.Partai>Jumlah
Suara >Persentase>Jumlah Kursi
1. Partai Katolik >603.740> 1,10> 3
2. Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII)> 1.308.237>2,39> 10
3. Partai Nahdlatul Ulama (PNU)> 10.213.650> 18,68> 58
4. Partai Muslimin Indonesia (Parmusi)>2.930.746> 5,36> 24
5. Golongan Karya (Golkar)>34.348.673>62,82>236
6. Partai Kristen Indonesia (Parkindo)> 733.359>1,34> 7
7. Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Murba)>48.126> 0,08> 0
8. Partai Nasional Indonesia (PNI)>3.793.266>6,93 >20
9. Partai Islam PERTI>381.309>0,69 >2
10. Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI)>338.403> 0,61> 0
Jumlah >54.669.509> 100,00 >360
1. Partai Katolik >603.740> 1,10> 3
2. Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII)> 1.308.237>2,39> 10
3. Partai Nahdlatul Ulama (PNU)> 10.213.650> 18,68> 58
4. Partai Muslimin Indonesia (Parmusi)>2.930.746> 5,36> 24
5. Golongan Karya (Golkar)>34.348.673>62,82>236
6. Partai Kristen Indonesia (Parkindo)> 733.359>1,34> 7
7. Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Murba)>48.126> 0,08> 0
8. Partai Nasional Indonesia (PNI)>3.793.266>6,93 >20
9. Partai Islam PERTI>381.309>0,69 >2
10. Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI)>338.403> 0,61> 0
Jumlah >54.669.509> 100,00 >360
3. PEMILU
1977
Dasar hukum
Pemilu 1977 adalah Undang-undang No. 4 Tahun 1975.[7] Pemilu ini diadakan
setelah fusi partai politik dilakukan pada tahun 1973. Sistem yang digunakan
pada pemilu 1977 serupa dengan pada pemilu 1971 yaitu sistem proporsional
dengan daftar tertutup.
Pemilu 1977
diadakan secara serentak tanggal 2 Mei 1977. Pemilu 1977 ditujukan guna
memiliki parlemen unicameral yaitu DPR di mana 360 orang dipilih lewat
pemilu ini sementara 100 orang lainnya diangkat oleh Presiden Suharto.
Persyaratan
untuk ikut serta sebagai pemilih adalah berusia sekurangnya 17 tahun atau
pernah menikah, kecuali mereka yang menderita kegilaan, eks PKI ataupun
organisasi yang berkorelasi dengannya, juga narapidana yang terkena pidana
kurung minimal 5 tahun tidak diperbolehkan ikut serta. Sementara itu, kandidat
yang boleh mencalonkan diri sekurang berusia 21 tahun, lancar berbahasa
Indonesia, mampu baca-tulis latin, sekurangnya lulusan SMA atau sederajat,
serta loyal kepada Pancasila sebagai ideologi negara. Voting dilakukan
di 26 provinsi dengan sistem proporsional daftar partai (party list
system).[8]
Pemilu 1977
ini diikuti 2 partai politik dan 1 Golongan Karya, yaitu:
1.Partai
Persatuan Pembangunan (PPP), berasal dari hasil fusi (Penggabungan)
4 Parpol berbasis Islam: Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Partai Nahdlatul
Ulama (PNU), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) dan Partai Islam PERTI
2.Golongan
Karya (Golkar)
3.Partai
Demokrasi Indonesia (PDI), berasal dari hasil fusi (Penggabungan) 5
Parpol berbasis Nasionalis: Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Kristen
Indonesia (Parkindo), Partai Katolik, Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan
Indonesia (IPKI) dan Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Murba)
Sebagai
pemenang mayoritas hasil pemilihan umum ini adalah Golongan Karya.
Jumlah
pemilih yang terdaftar 70.662.155 orang sementara yang menggunakan hak pilihnya
63.998.344 orang atau meliputi 90,56%. Sekber Golkar beroleh suara 39.750.096
(62,11%) dan memperoleh 232 kursi. PPP beroleh suara 18.743.491 (29,29%) dan
memperoleh 99 kursi. PDI beroleh 5.504.757 suara (8,60%) dan memperoleh 29
kursi. Sementara itu, kursi jatah ABRI adalah 75 kursi dan golongan fungsional
25 kursi. Golongan fungsional lalu menggabungkan diri ke dalam sekber Golkar
sehingga kursi untuk Golkar bertambah menjadi 257 kursi. Anggota parlemen
laki-laki 426 orang sementara perempuan 34 orang (7,40%).
4. PEMILU
1982
Pemilu 1982
diadakan tanggal 4 Mei 1982. Tujuannya sama seperti Pemilu 1977 di mana hendak
memilih anggota DPR (parlemen). Hanya saja, komposisinya sedikit berbeda.
Sebanyak 364 anggota dipilih langsung oleh rakyat, sementara 96 orang diangkat
oleh presiden. Pemilu ini dilakukan berdasarkan Undang-undang No. 2 tahun
1980.[9]
Pemilu 1982
ini diikuti 2 partai politik dan 1 Golongan Karya, yaitu:
1.Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
2.Golongan Karya (Golkar)
3.Partai Demokrasi Indonesia (PDI)
1.Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
2.Golongan Karya (Golkar)
3.Partai Demokrasi Indonesia (PDI)
Sebagai
pemenang mayoritas hasil pemilihan umum ini adalah Golongan Karya.
Voting dilakukan di 27 daerah pemilihan
berdasarkan sistem Proporsional dengan Daftar Partai (Party-List
System). Partai yang beroleh kursi berdasarkan pembagian total suara yang
didapat di masing-masing wilayah pemilihan dibagi electoral quotient di
masing-masing wilayah. Jumlah total pemilih terdaftar adalah 82.132.263 orang
dengan jumlah suara sah mencapai 74.930.875 atau 91,23%. Golkar beroleh
48.334.724 suara (58,44%) sehingga berhak untuk mendapat 246 kursi parlemen.
PPP beroleh 20.871.880 suara (25,54%) sehingga berhak untuk mendapat 94 kursi
parlemen. PDI beroleh 5.919.702 suara (7,24%) sehingga berhak mendapat 24 kursi
parlemen. Anggota DPR yang diangkat Presiden Suharto berasal dari ABRI sejumlah
75 orang dan golongan fungsional sebanyak 21 orang. Golongan fungsional lalu
bergabung dengan Golkar sehingga kursi parlemen Golkar naik menjadi 267
kursi.[10] Dari 360 anggota parlemen, yang berjenis kelamin laki-laki sejumlah
422 dan perempuan 38 orang.
5. PEMILU
1987
Pemilu 1987
diadakan tanggal 23 April 1987. Tujuan pemilihan sama dengan pemilu sebelumnya
yaitu memilih anggota parlemen. Total kursi yang tersedia adalah 500 kursi.
Dari jumlah ini, 400 dipilih secara langsung dan 100 diangkat oleh Presiden
Suharto. Sistem Pemilu yang digunakan sama seperti pemilu sebelumnya, yaitu Proporsional
dengan varian Party-List.
Pemilu 1987
ini diikuti 2 partai politik dan 1 Golongan Karya, yaitu:
1.Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
2.Golongan Karya (Golkar)
3.Partai Demokrasi Indonesia (PDI)
1.Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
2.Golongan Karya (Golkar)
3.Partai Demokrasi Indonesia (PDI)
Sebagai
pemenang mayoritas hasil pemilihan umum ini adalah Golongan Karya.
Total
pemilih yang terdaftar adalah sekitar 94.000.000 dengan total suara sah
mencapai 85.869.816 atau 91,30%.[11] Golkar beroleh 62.783.680 suara (73,16%)
sehingga berhak atas 299 kursi parlemen. PPP beroleh 13.701.428 suara (15,97%)
sehingga berhak atas 61 kursi parlemen. PDI beroleh 9.384.708 suara (10,87%)
sehingga berhak atas 40 kursi parlemen. Jumlah anggota parlemen dari ABRI yang
diangkat Presiden Suharto berjumlah 75 orang (kursi) sementara dari golongan
fungsional 25 orang (kursi). Jumlah anggota parlemen yang berjenis kelamin
laki-laki adalah 443 sementara yang perempuan 57 orang. Sementara itu, jumlah
anggota parlemen berusia 21-30 tahun adalah 5 orang, 31-40 tahun 38 orang,
41-50 tahun 173 orang, 51-60 tahun 213 orang, 61-70 tahun 70 orang, dan 71-80
tahun 1 orang.
6. PEMILU
1992
Pemilu 1992
diadakan tanggal 9 Juni 1992 dengan dasar hukum Sistem Pemilu yang digunakan
sama seperti pemilu sebelumnya yaitu Proporsional dengan varian Party-List.
Tujuan Pemilu 1992 adalah memilih secara langsung 400 kursi DPR. Total pemilih
yang terdaftar adalah 105.565.697 orang dengan total suara sah adalah
97.789.534.[12]
Pemilu 1992
ini diikuti 2 partai politik dan 1 Golongan Karya, yaitu:
1.Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
2.Golongan Karya (Golkar)
3.Partai Demokrasi Indonesia (PDI)
1.Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
2.Golongan Karya (Golkar)
3.Partai Demokrasi Indonesia (PDI)
Sebagai
pemenang mayoritas hasil pemilihan umum ini adalah Golongan Karya.
Untuk hasil
Pemilu 1992, Golkar beroleh 66.599.331 suara (68,10%) sehingga berhak atas 282
kursi parlemen. PPP beroleh 16.624.647 suara (17,01%) sehingga berhak atas 62
kursi parlemen. PDI beroleh 14.565.556 suara (10,87%) sehingga berhak atas 56
kursi parlemen. Presiden Suharto mengangkat 75 orang (kursi) untuk ABRI dan 25
orang (kursi) untuk golongan fungsional.
Komposisi
anggota DPR totalnya adalah 500 orang. Dari jumlah tersebut yang berjenis
kelamin laki-laki adalah 439 orang sementara perempuan 61 orang. Di sisi lain,
kisaran usia anggota DPR ini adalah 21-30 tahun 3 orang; 31-40 tahun 45 orang;
41-50 tahun 144 orang; 51-65 tahun 287 orang; dan di atas 65 tahun 21 orang.
7. PEMILU
1997
Pemilu 1997
merupakan Pemilu terakhir di masa administrasi Presiden Suharto. Pemilu ini
diadakan tanggal 29 Mei 1997. Tujuan pemilu ini adalah memilih 424 orang
anggota DPR. Sistem pemilu yang digunakan adalah Proporsional dengan varian
Party-List. Pada tanggal 7 Maret 1997, sebanyak 2.289 kandidat (caleg)
telah disetujui untuk bertarung guna memperoleh kursi parlemen.[13]
Pemilu 1997
ini diikuti 2 partai politik dan 1 Golongan Karya, yaitu:
1.Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
2.Golongan Karya (Golkar)
3.Partai Demokrasi Indonesia (PDI)
1.Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
2.Golongan Karya (Golkar)
3.Partai Demokrasi Indonesia (PDI)
Sebagai
pemenang mayoritas hasil pemilihan umum ini adalah Golongan Karya.
Hasil Pemilu
1997 adalah Golkar beroleh 84.187.907 suara (74,51%) sehingga berhak atas 325
kursi parlemen. PPP beroleh 25.340.028 suara (22,43%) sehingga berhak atas 89
kursi parlemen. PDI beroleh 3.463.225 suara (3,06%) sehingga berhak atas 11
kursi parlemen. Anggota parlemen yang diangkat Presiden Suharto hanya dari ABRI
saja yaitu 75 orang (kursi). Total anggota parlemen 500 orang.
Pemilu 1997
ini menuai sejumlah protes. Di Kabupaten Sampang, Madura, puluhan kotak suara
dibakar massa oleh sebab kecurangan Pemilu dianggap sudah keterlaluan.
Sementara itu, PDI mengalami penurunan suara signifikan akibat intervensi
pemerintah terhadap kepemimpinan partai. Megawati Sukarnoputri dihabisi secara
politik dengan cara pemerintah mendukung pimpinan tandingan Suryadi dan Fatimah
Ahmad.
Dari 500
anggota DPR, yang berjenis kelamin laki-laki adalah 443 orang sementara
perempuan adalah 57 orang. Distribusi anggota DPR yang berusia 21-30 tahun 3
orang; 31-40 tahun 51 orang; 41-50 tahun 134 orang; 51-65 orang 310 orang; dan
di atas 65 tahun 2 orang.
8. PEMILU
1999
Pemilu 1999
adalah pemilu pertama pasca kekuasaan presiden Suharto. Pemilu ini diadakan di
bawah kepemimpinan Presiden B.J. Habibie. Pemilu ini terselenggara di bawah
sistem politik Demokrasi Liberal. Artinya, jumlah partai peserta tidak lagi
dibatasi seperti pemilu-pemilu lalu yang hanya terdiri dari Golkar, PPP, dan
PDI.
Sebelum
menyelenggarakan Pemilu, pemerintahan B.J. Habibie mengajukan tiga rancangan
undang-undang selaku dasar hukum dilangsungkannya pemilu 1999, yaitu RUU
tentang Partai Politik, RUU tentang Pemilu, dan RUU tentang Susunan dan
Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD. Ketiga RUU ini diolah oleh Tim Tujuh yang
diketuai Profesor Ryaas Rasyid dari Institut Ilmu Pemerintahan. Setelah
disetujui DPR, barulah pemilu layak dijalankan. Pemilu 1999 diadakan
berdasarkan Undang-undang Nomor 3 tahun 1999 tentang Pemilihan Umum. Sesuai
pasal 1 ayat (7) pemilu 1999 dilaksanakan dengan menggunakan sistem
proporsional berdasarkan stelsel daftar dengan varian Roget.[14]
Dalam
pemilihan anggota DPR, daerah pemilihannya (selanjutnya disingkat Dapil) adalah
Dati I (provinsi), pemilihan anggota DPRD I dapilnya Dati I (provinsi)
yang merupakan satu daerah pemilihan, sementara pemilihan anggota DPRD II dapilnya
Dati II yang merupakan satu daerah pemilihan. Jumlah kursi anggota DPR untuk
tiap daerah pemilihan ditetapkan berdasarkan jumlah penduduk Dati I dengan
memperhatikan bahwa Dati II minimal harus mendapat 1 kursi yang penetapannya
dilakukan oleh KPU.
Undang-undang
Nomor 3 tahun 1999 juga menggariskan bahwa jumlah kursi DPRD I minimal 45 dan maksimal
100 kursi. Jumlah kursi tersebut ditentukan oleh besaran penduduk. Provinsi
dengan jumlah penduduk hingga 3.000.000 jiwa mendapat 45 kursi. Provinsi dengan
jumlah penduduk 3.000.001 – 5.000.000 mendapat 55 kursi. Provinsi dengan jumlah
penduduk 5.000.001 – 7.000.000 mendapat 65 kursi. Provinsi dengan jumlah
penduduk 7.000.001 – 9.000.000 mendapat 75 kursi. Provinsi dengan jumlah
penduduk 9.000.001 – 12.000.000 mendapat 85 kursi. Sementara itu, provinsi
dengan jumlah penduduk di atas 12.000.000 mendapat 100 kursi.
Undang-undang
juga mengamanatkan bahwa untuk Dati II (kabupaten/kota) minimal mendapat 1
kursi untuk anggota DPRD I lewat penetapan KPU. Dati II berpenduduk hingga
100.000 mendapat 20 kursi. Dati II berpenduduk 100.001 – 200.000 mendapat 25 kursi.
Dati II berpenduduk 200.001 – 300.000 mendapat 30 kursi. Dati II berpenduduk
300.001 – 400.000 mendapat 35 kursi. Dati II berpenduduk 400.001 – 500.000
mendapat 40 kursi. Sementara itu, untuk Dati II berpenduduk di atas 500.000
mendapat 45 kursi. Setiap kecamatan minimal harus diwakili oleh 1 kursi di DPRD
II. KPU adalah pihak yang memutuskan penetapan perolehan jumlah kursi.
Jumlah
partai yang terdaftar di Kementrian Hukum dan HAM adalah 141 partai, sementara
yang lolos verifikasi untuk ikut Pemilu 1999 adalah 48 partai. Pemilu 1999
diadakan tanggal 7 Juni 1999. Namun, tidak seperti pemilu-pemilu sebelumnya,
Pemilu 1999 mengalami hambatan dalam proses perhitungan suara. Terdapat 27
partai politik yang tidak bersedia menandatangani berkas hasil pemilu 1999
yaitu: Partai Keadilan, PNU, PBI, PDI, Masyumi, PNI Supeni, Krisna, Partai
KAMI, PKD, PAY, Partai MKGR, PIB, Partai SUNI, PNBI, PUDI, PBN, PKM, PND, PADI,
PRD, PPI, PID, Murba, SPSI, PUMI, PSP, dan PARI.[15]
Karena
penolakan 27 partai politik ini, KPU menyerahkan keputusan kepada Presiden.
Presiden menyerahkan kembali penyelesaian persoalan kepada Panitia Pengawas
Pemilu (selanjutnya disingkat Panwaslu. Rekomendasi Panwaslu adalah, hasil
Pemilu 1999 sudah sah, ditambah kenyataan partai-partai yang menolak menandatangani
hasil tidak menyertakan point-point spesifik keberatan mereka. Sebab itu,
Presiden lalu memutuskan bahwa hasil Pemilu 1999 sah dan masyarakat mengetahui
hasilnya tanggal 26 Juli 1999.
Masalah
selanjutnya adalah pembagian kursi. Sistem Pemilu yang digunakan adalah Proporsional
dengan varian Party-List. Masalah yang muncul adalah pembagian kursi sisa.
Partai-partai beraliran Islam melakukan stembus-accord (penggabungan
sisa suara) menurut hitungan Panitia Pemilihan Indonesia (PPI) hanya beroleh 40
dari 120 kursi. Di sisi lain, 8 partai beraliran Islam yang melakukan stembus-accord
tersebut mengklaim mampu memperoleh 53 dari 120 kursi sisa.
Perbedaan
pendapat ini lalu diserahkan PPI kepada KPU. KPU, di depan seluruh partai
politik peserta pemilu 1999 menyarankan voting. Voting ini terdiri atas dua
opsi. Pertama, pembagian kursi sisa dihitung dengan memperhatikan suara stembus-accord.
Kedua, pembagian tanpa stembus-accord. Hasilnya, 12 suara mendukung opsi
pertama, dan 43 suara mendukung opsi kedua. Lebih dari 8 partai melakukan
walk-out. Keputusannya, pembagian kursi dilakukan tanpa stembus-accord.
Penyelesaian sengketa hasil pemilu dan perhitungan suara ini masih dilakukan
oleh badan-badan penyelenggara pemilu karena Mahkamah Konstitusi belum lagi
terbentuk.
Total jumlah
suara partai yang tidak menghasilkan kursi 9.700.658 atau meliputi 9,17% suara
sah. Hasil ini diperoleh dengan menerapkan sistem pemilihan Proporsional dengan
Varian Roget. Dalam sistem ini, sebuah partai memperoleh kursi seimbang dengan
suara yang diperolehnya di daerah pemilihan, termasuk perolehan kursi
berdasarkan the largest remainder (sisa kursi diberikan kepada partai-partai
yang punya sisa suara terbesar).
Perbedaan
antara Pemilu 1999 dengan Pemilu 1997 adalah bahwa pada Pemilu 1999 penetapan
calon terpilih didasarkan pada rangking perolehan suara suatu partai di daerah
pemilihan. Jika sejak Pemilu 1971 calon nomor urut pertama dalam daftar partai
otomatis terpilih bila partai itu mendapat kursi, maka pada Pemilu 1999 calon
terpilih ditetapkan berdasarkan suara terbesar atau terbanyak dari daerah di
mana seseorang dicalonkan. Contohnya, Caleg A meski berada di urutan terbawah
daftar caleg, jika dari daerahnya ia dan partainya mendapatkan suara terbesar,
maka dia-lah yang terpilih. Untuk penetapan caleg terpilih berdasarkan
perolehan suara di Daerah Tingkat II (kabupaten/kota), Pemilu 1999 ini sama
dengan metode yang digunakan pada Pemilu 1971.
Hasil akhir
No.Partai>Jumlah
Suara >Persentase>Jumlah Kursi >Persentase
1. Partai Indonesia Baru>
192.712>0,18%> 0>0,00%
2. Partai Kristen Nasional Indonesia>369.719>0,35% >0>0,00%
3. Partai Nasional Indonesia>377.137>0,36% >0>0,00%
4. Partai Aliansi Demokrat Indonesia>85.838>0,08%>0>0,00%
5. Partai Kebangkitan Muslim Indonesia>289.489>0,27%>0>0,00%
6. Partai Ummat Islam>269.309>0,25%>0>0,00%
7. Partai Kebangkitan Ummat>300.064>0,28%> 1>0,22%
8. Partai Masyumi Baru>152.589>0,14%>0>0,00%
9. Partai Persatuan Pembangunan>11.329.905 >10,71% >58>12,55%
10. Partai Syarikat Islam Indonesia >375.920>0,36%> 1>0,22%
11. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan>35.689.073> 33,74%> 153> 33,12%
12. Partai Abul Yatama> 213.979 >0,20% >0> 0,00%
13. Partai Kebangsaan Merdeka> 104.385 >0,10%> 0> 0,00%
14. Partai Demokrasi Kasih Bangsa> 550.846>0,52%> 5> 1,08%
15. Partai Amanat Nasional> 7.528.956>7,12% >34> 7,36%
16.Partai Rakyat Demokratik>78.730>0,07%> 0>0,00%
17.Partai Syarikat Islam Indonesia 1905>152.820 >0,14%> 0>0,00%
18. Partai Katolik Demokrat >216.675 >0,20%> 0> 0,00%
19. Partai Pilihan Rakyat> 40.517> 0,04%> 0> 0,00%
20. Partai Rakyat Indonesia> 54.790 >0,05% >0> 0,00%
21. Partai Politik Islam Indonesia Masyumi> 456.718> 0,43% 1> 0,22%
22. Partai Bulan Bintang> 2.049.708> 1,94% >13> 2,81%
23. Partai Solidaritas Pekerja Seluruh Indonesia> 61.105> 0,06%> 0> 0,00%
24. Partai Keadilan >1.436.565> 1,36%> 7 >1,51%
25. Partai Nahdlatul Ummat >679.179> 0,64%> 5> 1,08%
26. Partai Nasional Indonesia – Front Marhaenis> 365.176 >0,35% >1> 0,22%
27. Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia> 328.654 >0,31%> 1> 0,22%
28. Partai Republik> 328.564 >0,31%> 0> 0,00%
29. Partai Islam Demokrat> 62.901> 0,06% >0 >0,00%
30. Partai Nasional Indonesia – Massa Marhaen> 345.629 >0,33% >1> 0,22%
31. Partai Musyawarah Rakyat Banyak >62.006 >0,06%> 0> 0,00%
32. Partai Demokrasi Indonesia> 345.720 >0,33% >2> 0,43%
33. Partai Golongan Karya> 23.741.749> 22,44% >120 >25,97%
34. Partai Persatuan> 655.052 >0,62% >1> 0,22%
35. Partai Kebangkitan Bangsa> 13.336.982> 12,61% >51> 11,03%
36. Partai Uni Demokrasi Indonesia> 140.980 >0,13% >0> 0,00%
37. Partai Buruh Nasional> 140.980 >0,13% >0> 0,00%
38. Partai Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong> 204.204> 0,19%> 0> 0,00%
39. Partai Daulat Rakyat> 427.854 >0,40%> 2> 0,43%
40. Partai Cinta Damai> 168.087>0,16%> 0 >0,00%
41. Partai Keadilan dan Persatuan> 1.065.686>1,01%>4> 0,87%
42. Partai Solidaritas Pekerja> 49.807> 0,05%> 0> 0,00%
43. Partai Nasional Bangsa Indonesia> 149.136 >0,14%> 0> 0,00%
44. Partai Bhinneka Tunggal Ika Indonesia> 364.291 >0,34%> 1> 0,22%
45.Partai Solidaritas Uni Nasional Indonesia>180.167>0,17%>0>0,00%
46. Partai Nasional Demokrat> 96.984> 0,09% >0> 0,00%
47. Partai Umat Muslimin Indonesia> 49.839 >0,05%> 0> 0,00%
48. Partai Pekerja Indonesia> 63.934> 0,06%> 0> 0,00%
Jumlah> 105.786.661 >100,00%> 462 >100,00%
2. Partai Kristen Nasional Indonesia>369.719>0,35% >0>0,00%
3. Partai Nasional Indonesia>377.137>0,36% >0>0,00%
4. Partai Aliansi Demokrat Indonesia>85.838>0,08%>0>0,00%
5. Partai Kebangkitan Muslim Indonesia>289.489>0,27%>0>0,00%
6. Partai Ummat Islam>269.309>0,25%>0>0,00%
7. Partai Kebangkitan Ummat>300.064>0,28%> 1>0,22%
8. Partai Masyumi Baru>152.589>0,14%>0>0,00%
9. Partai Persatuan Pembangunan>11.329.905 >10,71% >58>12,55%
10. Partai Syarikat Islam Indonesia >375.920>0,36%> 1>0,22%
11. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan>35.689.073> 33,74%> 153> 33,12%
12. Partai Abul Yatama> 213.979 >0,20% >0> 0,00%
13. Partai Kebangsaan Merdeka> 104.385 >0,10%> 0> 0,00%
14. Partai Demokrasi Kasih Bangsa> 550.846>0,52%> 5> 1,08%
15. Partai Amanat Nasional> 7.528.956>7,12% >34> 7,36%
16.Partai Rakyat Demokratik>78.730>0,07%> 0>0,00%
17.Partai Syarikat Islam Indonesia 1905>152.820 >0,14%> 0>0,00%
18. Partai Katolik Demokrat >216.675 >0,20%> 0> 0,00%
19. Partai Pilihan Rakyat> 40.517> 0,04%> 0> 0,00%
20. Partai Rakyat Indonesia> 54.790 >0,05% >0> 0,00%
21. Partai Politik Islam Indonesia Masyumi> 456.718> 0,43% 1> 0,22%
22. Partai Bulan Bintang> 2.049.708> 1,94% >13> 2,81%
23. Partai Solidaritas Pekerja Seluruh Indonesia> 61.105> 0,06%> 0> 0,00%
24. Partai Keadilan >1.436.565> 1,36%> 7 >1,51%
25. Partai Nahdlatul Ummat >679.179> 0,64%> 5> 1,08%
26. Partai Nasional Indonesia – Front Marhaenis> 365.176 >0,35% >1> 0,22%
27. Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia> 328.654 >0,31%> 1> 0,22%
28. Partai Republik> 328.564 >0,31%> 0> 0,00%
29. Partai Islam Demokrat> 62.901> 0,06% >0 >0,00%
30. Partai Nasional Indonesia – Massa Marhaen> 345.629 >0,33% >1> 0,22%
31. Partai Musyawarah Rakyat Banyak >62.006 >0,06%> 0> 0,00%
32. Partai Demokrasi Indonesia> 345.720 >0,33% >2> 0,43%
33. Partai Golongan Karya> 23.741.749> 22,44% >120 >25,97%
34. Partai Persatuan> 655.052 >0,62% >1> 0,22%
35. Partai Kebangkitan Bangsa> 13.336.982> 12,61% >51> 11,03%
36. Partai Uni Demokrasi Indonesia> 140.980 >0,13% >0> 0,00%
37. Partai Buruh Nasional> 140.980 >0,13% >0> 0,00%
38. Partai Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong> 204.204> 0,19%> 0> 0,00%
39. Partai Daulat Rakyat> 427.854 >0,40%> 2> 0,43%
40. Partai Cinta Damai> 168.087>0,16%> 0 >0,00%
41. Partai Keadilan dan Persatuan> 1.065.686>1,01%>4> 0,87%
42. Partai Solidaritas Pekerja> 49.807> 0,05%> 0> 0,00%
43. Partai Nasional Bangsa Indonesia> 149.136 >0,14%> 0> 0,00%
44. Partai Bhinneka Tunggal Ika Indonesia> 364.291 >0,34%> 1> 0,22%
45.Partai Solidaritas Uni Nasional Indonesia>180.167>0,17%>0>0,00%
46. Partai Nasional Demokrat> 96.984> 0,09% >0> 0,00%
47. Partai Umat Muslimin Indonesia> 49.839 >0,05%> 0> 0,00%
48. Partai Pekerja Indonesia> 63.934> 0,06%> 0> 0,00%
Jumlah> 105.786.661 >100,00%> 462 >100,00%
Dari total
500 anggota DPR yang dipilih, sebanyak 460 orang berjenis kelamin laki-laki dan
hanya 40 orang yang berjenis kelamin perempuan. Sebab itu, persentase anggota
DPR yang berjenis kelamin perempuan hanya meliputi 8% dari total.
9. PEMILU
2004
Pemilu 2004
merupakan sejarah tersendiri bagi pemerintah dan rakyat Indonesia. Di pemilu
2004 ini, untuk pertama kali rakyat Indonesia memilih presidennya secara
langsung. Pemilu 2004 sekaligus membuktikan upaya serius mewujudkan sistem
pemerintahan Presidensil yang dianut oleh pemerintah Indonesia.
Pemilu 2004
menggunakan sistem pemilu yang berbeda-beda, bergantung untuk memilih siapa.
Dalam pemilu 2004, rakyat Indonesia memilih presiden, anggota parlemen (DPR,
DPRD I, dan DPRD II), serta DPD (Dewan Perwakilan Daerah). Untuk ketiga maksud
pemilihan tersebut, terdapat tiga sistem pemilihan yang berbeda.
Sistem
pemilu yang digunakan adalah Proporsional dengan Daftar Calon Terbuka.
Proporsional Daftar adalah sistem pemilihan mengikuti jatah kursi di tiap
daerah pemilihan. Jadi, suara yang diperoleh partai-partai politik di tiap
daerah selaras dengan kursi yang mereka peroleh di parlemen.
Untuk
memilih anggota parlemen, digunakan sistem pemilu Proporsional dengan varian
Proporsional Daftar (terbuka). Untuk memilih anggota DPD, digunakan sistem
pemilu Lainnya, yaitu Single Non Transverable Vote (SNTV). Sementara
untuk memilih presiden, digunakan sistem pemilihan Mayoritas/Pluralitas dengan varian
Two Round System (Sistem Dua Putaran).
Pemilihan
Legislatif. Mekanisme
pengaturan pemilihan anggota parlemen ini ada di dalam Undang-undang Nomor 12
tahun 2003. Untuk kursi DPR, dijatahkan 550 kursi. Daerah pemilihan anggota DPR
adalah provinsi atau bagian-bagian provinsi.[16] Untuk kursi di DPRD I berlaku
ketentuan berikut:[17] (1) daerah pemilihan DPRD I adalah kabupaten atau kota
atau gabungan kabupaten/kota; (2) provinsi berpenduduk sampai dengan 1 juta
mendapat 35 kursi; (3) provinsi berpenduduk > 1 juta sampai dengan 3 juta,
beroleh 45 kursi; (4) provinsi berpenduduk > 3 juta sampai dengan 5 juta,
beroleh 55 kursi; (5) provinsi berpenduduk > 5 juta sampai dengan 7 juta,
beroleh 65 kursi; (6) provinsi berpenduduk > 7 juta sampai dengan 9 juta,
beroleh 75 kursi; (7) provinsi berpenduduk > 9 juta sampai dengan 12 juta,
beroleh 85 kursi; dan (8) provinsi berpenduduk > 12 juta beroleh 100 kursi.
Sementara
itu, untuk DPRD II (Kota/Kabupaten) berlaku ketentuan:[18] (1) Daerah
pemilihan DPRD II adalah kecamatan atau gabungan kecamatan; (2) Kabupaten atau
kota berpenduduk sampai dengan 100 ribu beroleh 20 kursi; (3) Kabupaten atau
kota berpenduduk > 100 ribu sampai dengan 300 ribu beroleh 25 kursi; (4)
Kabupaten atau kota berpenduduk > 300 ribu sampai dengan 400 ribu beroleh 35
kursi; (5) Kabupaten atau kota berpenduduk > 400 ribu sampai dengan 500 ribu
beroleh 40 kursi, dan (6) Kabupaten atau kota berpenduduk > 500 ribu beroleh
45 kursi.
Dengan
demikian, pada Pemilu 2004, total kursi untuk DPR, DPRD I, dan DPRD II sebagai
berikut: (1) Kursi DPR memperebutkan 550 kursi; (2) Kursi DPRD I memperbutkan
1.780 kursi; dan (3) Kursi DPRD II memperbutkan 13.665 kursi.
Sistem
Proporsional dicirikan
adanya Bilangan Pembagi Pemilih (BPP). Bilangan ini berbeda antar satu daerah
dengan daerah lain, bergantung pada jumlah total penduduknya. Cara pembagian
BPP bagi setiap partai politik dibagi ke dalam dua tahap. Tahap pertama
terdiri atas proses-proses: (1) menghitung total suara sah masing-masing
parpol; (2) menghitung BPP dengan cara total suara sah masing-masing parpol
dibagi jumlah kursi yang diperebutkan di daerah tersebut; (3) menghitung suara
sah tiap parpol dibagi dengan BPP; (4) parpol yang suaranya melebihi BPP
otomatis langsung mendapat kursi, dan (5) Parpol yang suaranya melebihi BPP
tetapi belum cukup untuk kursi jadi beroleh sisa suara.
Setelah
perhitungan tahap pertama selesai dilakukan, lalu dilanjutkan oleh tahap
kedua, yang proses-prosesnya terdiri atas: (1) Kursi yang belum habis
dibagi pada tahap 1 kembali dihitung; (2) Sisa suara diberikan kepada parpol
satu per satu bergantung suara terbanyak; (3) Setelah kursi habis dibagikan dan
sisa suara masih ada, sisa suara itu dianggap hangus, dan (4) Stembus accord
tidak diperkenankan. Contoh perhitungan suara sebagai berikut :
Daerah
pemilihan XYZ memiliki jatah 10 kursi untuk parlemen. Total suara sah yang
dihasilkan pemilu 12.000.000. Maka BPP untuk daerah XYZ adalah :
Gambar 8
Penentuan BPP
Jadi, BPP untuk daerah pemilihan XYZ adalah 470.000.
Jadi, BPP untuk daerah pemilihan XYZ adalah 470.000.
Hasil Pemilu
Daerah Pemilihan XYZ sebagai berikut :
Partai Mawar
= 5.000.000
Partai Melati = 1.500.000
Partai Anggrek = 2.500.000
Partai Jamur = 7.100.000
Partai Kikil = 2.700.000
Partai Melati = 1.500.000
Partai Anggrek = 2.500.000
Partai Jamur = 7.100.000
Partai Kikil = 2.700.000
Maka
perhitungan suara daerah XYZ adalah :
Tabel 5
Contoh Perhitungan Suara
Setelah
kursi yang diperoleh tersedia, masing-masing parpol menentukan caleg terpilih
melalui Daftar Terbuka untuk menduduki kursi-kursi tersebut. Langkah penentuan
caleg sebagai berikut: (1) Melihat hasil perhitungan perolehan suara setiap
caleg; (2) Caleg yang beroleh suara mencapai BPP langsung ditetapkan sebagai
calon terpilih; dan (3) Caleg yang tidak mencapai BPP tidak beroleh kursi,
parpol lalu menetapkan caleg terpilih berdasar nomor urut si caleg dalam daftar
parpol di daerah tersebut.
Tabel 6.
Perhitungan suara dan kursi DPR hasil Pemilu 2004
sumber: http://contreng04.blogspot.com
Tabel 6a.
Perolehan suara partai-partai peserta pemilu 2004
sumber: http://id.wikipedia.org
Pemilihan
DPD. Pemilu 2004
mengaplikasikan hasil Amandemen UUD 1945 dalam mana parlemen terdiri atas
rencana bikameralisme. Kamar pertama adalah DPR (di tingkat
provinsi dan kabupaten atau kota DPRD I, dan DPRD II). Sementara itu, kamar
kedua adalah DPD. Anggota DPD nantinya akan menjadi anggota MPR
bersama-sama dengan DPR. Anggota DPD juga akan menggantikan posisi Fraksi
Utusan Golongan dan Fraksi TNI dan Polri yang selama ini tidak dipilih melalui
mekanisme Pemilihan Umum.
Tugas
spesifik dari anggota DPD adalah membahas dan mempertimbangkan penyusunan RUU
yang berkaitan dengan: (1) pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah; (2)
Pengelolaan sumber daya alam dan sumber ekonomi lain; dan (3) RUU lain yang
berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Tugas lainnya adalah
mengawasi pelaksanaan UU yang berkaitan dengan ketiga poin-poin yang telah
disebut tadi.
Daerah pemilihan
anggota DPD adalah provinsi dan setiap provinsi memiliki empat kursi DPD dengan
sistem Single Non Transferable Vote (SNTV). Mekanisme pemilihan anggota
DPD di Pemilu 2004 sebagai berikut: (1) Pemilih mencoblos satu calon anggota
DPD yang nama dan fotonya tercantum di ballot; (2) Empat calon anggota DPD yang
beroleh suara terbanyak otomatis menjadi anggota DPD dari provinsi tersebut;
dan (3) Jika terdapat calon dengan urutan suara keempat yang beroleh suara
sama, maka calon dengan persebaran suara yang lebih merata di tiap daerah yang
jadi pemenang.
Pemilihan
Presiden. Sistem yang
digunakan adalah Two Round System, di mana pemilihan presiden akan
diadakan dua putaran. Putaran pertama seluruh pasangan (capres-cawapres)
yang ada bertarung untuk memperoleh mayoritas 50% plus 1. Jika di dalam putaran
pertama ada di antara pasangan capres-cawapres yang beroleh suara > 50%
dengan sedikitnya 20% suara di setiap dari setengah jumlah provinsi yang ada di
Indonesia, maka pasangan tersebut otomatis menang. Namun, jika tidak ada satu
pun pasangan yang memenuhi syarat tersebut, maka diadakan pemilu putaran kedua.
Putaran kedua menghendaki pasangan capres-cawapres yang beroleh suara
terbanyak otomatis terpilih selaku presiden dan wakil presiden Republik
Indonesia.
Dalam Pemilu
2004, terdapat lima pasangan yang maju bersaing menjadi presiden dan
wakil presiden Republik Indonesia. Pasangan-pasangan tersebut adalah Susilo
Bambang Yudhoyono-Yusuf Kalla, Megawati Sukarnoputri-Hasyim Muzadi,
Wiranto-Solahuddin Wahid, Amien Rais-Siswono Yudhohusodo, dan Hamzah
Haz-Agum Gumelar. Dalam putaran pertama tanggal 5 Juli 2004, total suara
pemilih yang valid adalah 118.656.868. Setelah dihitung voting diperoleh hasil
sebagai berikut:[19]
Tabel 7
Rekap Hasil Pilpres 2004 Putaran 1
Pasangan Susilo
Bambang Yudhoyo–Yusuf Kalla menduduki posisi teratas dengan meraih 33,674%
suara. Pasangan Megawati Sukarnoputri–Hasyim Muzadi meraih posisi kedua
dengan mendapat 26,602% suara. Kedua pasangan tersebut tidak beroleh suara >
50% serta beroleh suara 20% di setengah jumlah provinsi Indonesia. Sebab itu,
putaran kedua harus dilaksanakan. Hasil putaran kedua tanggal 20 September 2004
adalah sebagai berikut :[20]
Tabel 8
Rekap Hasil Pilpres 2004 Putaran 2
Melalui
hasil di atas, dapat dipastikan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono–Yusuf
Kalla menang dalam putaran kedua. Otomatis, pasangan tersebut menjadi
presiden dan wakil presiden Republik Indonesia periode 2004–2009. Melalui hasil
ini, posisi presiden dan wakil presiden menjadi lebih kuat ketimbang posisi
presiden Abdurrahman Wahid yang diturunkan di tengah jalan melalui
kekuatan parlemen. Kekuatan posisi Susilo Bambang Yudhoyono – Yusuf Kalla
akibat pasangan ini dipilih langsung oleh rakyat, dan mereka habis masa jabatan
sesuai rencana.
10. PEMILU
2009
Pemilu 2009
dilaksanakan menurut Undang-undang Nomor 10 tahun 2008.[21] Jumlah kursi DPR
ditetapkan sebesar 560 di mana daerah dapil anggota DPR adalah provinsi atau
bagian provinsi. Jumlah kursi di tiap dapil yang diperebutkan minimal tiga dan
maksimal sepuluh kursi. Ketentuan ini berbeda dengan Pemilu 2004.
Pemilihan
Legislatif. Menurut
Pasal 23 Undang-undang Nomor 10 tahun 2008, jumlah kursi untuk anggota DPRD
Provinsi minimal tiga puluh lima dan maksimal seratus kursi. Jumlah ini
ditentukan melalui perhitungan jumlah penduduk wilayah provinsi masing-masing
dimana: (1) provinsi berpenduduk minimal 1.000.000 mendapat alokasi 35 kursi;
(2) provinsi berpenduduk 1.000.000–3.000.000 mendapat alokasi 45 kursi; (3)
provinsi berpenduduk 3.000.000–5.000.000 mendapat alokasi 55 kursi; (4)
provinsi berpenduduk 5.000.000–7.000.000 mendapat alokasi 65 kursi; (5)
provinsi berpenduduk 7.000.000–9.000.000 mendapat alokasi 75 kursi; (6)
provinsi berpenduduk 9.000.000–11.000.000 mendapat alokasi 85 kursi; dan (7)
provinsi berpenduduk di atas 11.000.000 mendapat alokasi 100 kursi. Selanjutnya
pasal 24 undang-undang ini menyebutkan bahwa daerah pemilihan anggota DPRD
Provinsi adalah kabupaten atau kota atau gabungan kabupaten atau kota di mana
jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPRD provinsi sama dengan pemilu
2004.
Daerah
pemilihan anggota DPRD kabupaten atau kota adalah kecamatan atau gabungan
kecamatan yang jumlahnya sama seperti pemilu 2004. Jumlah kursi DPRD kabupaten
atau kota paling sedikit 20 dan paling banyak 50 kursi, yang besaran kursinya
ditentukan oleh: (1) wilayah berpenduduk hingga 100.000 mendapat alokasi 20
kursi; (2) wilayah berpenduduk 100.000–200.000 mendapat alokasi 25 kursi; (3)
wilayah berpenduduk 200.000–300.000 mendapat alokasi 30 kursi; (4) wilayah
berpenduduk 300.000–400.000 mendapat alokasi 35 kursi; (5) wilayah berpenduduk
400.00–500.000 mendapat alokasi 40 kursi; (6) wilayah berpenduduk
500.000–1.000.000 mendapat alokasi 45 kursi; (7) wilayah berpenduduk >
1.000.000 mendapat alokasi 50 kursi.
Tabel 9.
Perolehan kursi dan persentase suara Parpol di DPR hasil Pemilu 2009
sumber: Seputar Indonesia – Kamis, 30 Juli 2009
sumber: Seputar Indonesia – Kamis, 30 Juli 2009
Pemilihan
DPD. Untuk
pemilihan anggota DPD ditetapkan 4 kursi bagi setiap provinsi. Provinsi adalah
daerah pemilihan untuk anggota DPD. Dan dengan demikian dengan total provinsi sejumlah
33, jumlah anggota DPD Indonesia adalah 132 orang. Sistem pemilihan untuk
anggota DPD menggunakan Single Non Transferable Vote (SNTV).
Pemilu 2009
masih menggunakan sistem yang mirip dengan Pemilu 2004. Namun, electoral
threshold dinaikkan menjadi 2,5%. Artinya, partai-partai politik tatkala masuk
ke perhitungan kursi caleg hanya dibatasi bagi yang berhasil mengumpulkan
komposisi suara di atas 2,5%. Pemilu ini pun mirip dengan Pemilu 1999 di mana
48 partai ikut berlaga dalam kompetisi dagang janji ini.
Pemilihan
Presiden. Pemilu
Presiden tahun 2009 menggunakan Two Round System. Artinya, jika pada
putaran pertama tidak terdapat pasangan yang menang 50 plus 1 atau merata
persebaran suara di lebih dari setengah daerah pemilihan maka konsekuensinya
harus diadakan putaran kedua. Untungnya, dana negara tidak terbuang sia-sia
karena pemilu Presiden 2009 ini cuma berlangsung satu putaran saja. Pilpres
yang direkapitulasi oleh KPU pada 22 – 4 Juli 2009 ini diikuti oleh tiga pasang
calon yaitu : (1) Megawati–Prabowo aka MegaPro; (2) SBY–Boediono aka
SBY Berbudi; dan (3) Jusuf Kalla–Wiranto aka JK Win. Hasil Pilpres resmi
KPU menghasilkan data berikut:
Megawati–Prabowo (32.548.105 atau 26,79%)
SBY–Boediono (73.874.562 atau 60,80%)
JK–Wiranto (15.081.814 atau 12.41%)
SBY–Boediono (73.874.562 atau 60,80%)
JK–Wiranto (15.081.814 atau 12.41%)
Dengan
demikian, pasangan SBY-Boediono keluar sebagai pemenang Pemilihan Presiden
tahun 2009 dan sah untuk mengatur administrasi negara kesatuan Republik
Indonesia dari 2009 hingga 2014.
11. PEMILU
2014
Pemilu 2014
akan dilaksanakan menurut Undang-undang Nomor 8 tahun 2012. Untuk pemilu
anggota Legislatif akan diadakan pada tanggal 9 April 2014. Jumlah kursi DPR
ditetapkan sebesar 560 di mana daerah dapil anggota DPR adalah provinsi atau
bagian provinsi. Jumlah kursi di tiap dapil yang diperebutkan minimal tiga dan
maksimal sepuluh kursi. Adapun partai politik peserta pemilu 2014 sebanyak 15
parpol menurut keputusan KPU pusat, terdiri dari 12 parpol nasional dan 3
parpol lokal di Aceh.
Parpol
Peserta Pemilu 2014, 15 Partai Politik
________________________________________________________________________________________________________________
[1] Academic-celebrity
adalah kalangan intelektual yang sering tampil di pesawat televisi untuk menjadi
narasumber suatu fenomena politik. Akibat seringnya mereka tampil, publik
diprediksi akan mengenal mereka. Partai yang merekrut mereka punya dua
keuntungan yaitu popularitas dan modal intelektual.
[2] Andrew Reynolds, et.al., Electoral System Design: The New International IDEA Handbook, (Stockholm: International Institute for Democracy and Electoral Assistance, 2005) p.9-14. Penjelasan teoritis mengenai masing-masing tipe sistem pemilihan umum mengacu pada sumber ini.
[3] Undang-undang No.7/1953 tentang Pemilihan Anggota Konstituante dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal yang dikutip adalah pasal 32 dan 33.
[4] Bali Post, Dari Pemilu ke Pemilu, http://www.balipost.co.id/balipostcetaK/2004/3/12/n5.htm. Putaran ini bukan berarti Two Round System.
[5] http://www.ipu.org Lihat juga UU No. 15 tahun 1969 tentang Pemilihan Umum Anggota-anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat.
[6] ibid.
[7] Undang-undang No. 4 tahun 1975 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 15 tahun 1969 tentang Pemilihan Anggota-anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat.
[8] http://www.ipu.org . Daftar partainya tertutup, artinya pemilih hanya memilih partai bukan orang dalam partai. Angka-angka selanjutnya menggunakan sumber ini.
[9] Undang-undang No. 2 tahun 1980 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 15 tahun 1969 tentang Pemilihan Umum Anggota-anggota Badang Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4 tahun 1975.
[10] http://www.ipu.org. Angka-angka menggunakan sumber ini.
[11] Ibid. Angka-angka menggunakan sumber ini.
[12] Ibid. Angka-angka menggunakan sumber ini.
[13] Ibid. Angka-angka menggunakan sumber ini.
[14] Pasal 1 ayat (7) Undang-undang No. 3 tahun 1999 tentang Pemilihan Umum.
[15] http://www.kpu.go.id
[16] Undang-Undang Nomor 12 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pasal 46, 47 dan 48.
[17] ibid. Pasal 49.
[18] ibid. Pasal 50.
[19] Leonard Sebastian, Indonesia’s Historic First Presidential Elections, (UNISCI Discussion Papers, Octubre de 2004) p.4.
[20] The Carter Center 2004 Indonesia Election Report, June, 2005, (Atlanta : The Carter Center, 2004) p.63.
[21] Undang-undang No. 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
[2] Andrew Reynolds, et.al., Electoral System Design: The New International IDEA Handbook, (Stockholm: International Institute for Democracy and Electoral Assistance, 2005) p.9-14. Penjelasan teoritis mengenai masing-masing tipe sistem pemilihan umum mengacu pada sumber ini.
[3] Undang-undang No.7/1953 tentang Pemilihan Anggota Konstituante dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal yang dikutip adalah pasal 32 dan 33.
[4] Bali Post, Dari Pemilu ke Pemilu, http://www.balipost.co.id/balipostcetaK/2004/3/12/n5.htm. Putaran ini bukan berarti Two Round System.
[5] http://www.ipu.org Lihat juga UU No. 15 tahun 1969 tentang Pemilihan Umum Anggota-anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat.
[6] ibid.
[7] Undang-undang No. 4 tahun 1975 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 15 tahun 1969 tentang Pemilihan Anggota-anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat.
[8] http://www.ipu.org . Daftar partainya tertutup, artinya pemilih hanya memilih partai bukan orang dalam partai. Angka-angka selanjutnya menggunakan sumber ini.
[9] Undang-undang No. 2 tahun 1980 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 15 tahun 1969 tentang Pemilihan Umum Anggota-anggota Badang Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4 tahun 1975.
[10] http://www.ipu.org. Angka-angka menggunakan sumber ini.
[11] Ibid. Angka-angka menggunakan sumber ini.
[12] Ibid. Angka-angka menggunakan sumber ini.
[13] Ibid. Angka-angka menggunakan sumber ini.
[14] Pasal 1 ayat (7) Undang-undang No. 3 tahun 1999 tentang Pemilihan Umum.
[15] http://www.kpu.go.id
[16] Undang-Undang Nomor 12 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pasal 46, 47 dan 48.
[17] ibid. Pasal 49.
[18] ibid. Pasal 50.
[19] Leonard Sebastian, Indonesia’s Historic First Presidential Elections, (UNISCI Discussion Papers, Octubre de 2004) p.4.
[20] The Carter Center 2004 Indonesia Election Report, June, 2005, (Atlanta : The Carter Center, 2004) p.63.
[21] Undang-undang No. 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Baca artikel
terkait: Kaji
Otoritarianisme Soeharto & Anwar Sadat, WN Mesir Lulus Cum Laude Di UMY
Share this:
31 March 2012 saripedia 3
Comments
Categories: HUKUM DI
INDONESIA, INDONESIANA
Tags: bicameral,
daerah
pemilihan, dapil, Dunia politik, Parpol
peserta pemilu, Pemilihan
DPD, Pemilihan
Legislatif, Pemilihan
Presiden, Pemilu,
Pemilu 1955, Pemilu 1971, Pemilu 1977, Pemilu 1982, Pemilu 1992, Pemilu 1997, Pemilu 1999, Pemilu 2004, Pemilu 2009, Pemilu 2014, Pemilu di
Indonesia, Proporsional
dengan varian Party-List, sistem distrik, sistem kepartaian,
sistem pemilu,
sistem
proporsional, sistem
proporsional dengan daftar terbuka, sistem
proporsional dengan daftar tertutup, Skema
Jenis Sistem Pemilu, stembus-accord, Susunan
dan Kedudukan MPR DPR dan DPRD, unicameral, varian Two
Rou
Tidak ada komentar:
Posting Komentar