Minggu, 09 Januari 2011

Hutan Marga Dan Program Perkebunan Harus Tersentralisasi Dan Sinkronisasi

Oleh : Dwi Karyanto / Direktur Eksekutif LSM LITA.

Indonesia sebagai negara agraris, meliputi semua bentuk cocok tanam, pertanian, perkebunan. Realistis bila pemerintah sangat mengedepankan pembangunan infrastruktur perkebunan yang mendukung kelancaran kegiatan masyarakat dan akan mengarah pada perluasan pemukiman baru.

Gambaran sebuah konsentrasi analisa kebijakan pemerintah khususnya departemen perkebunan, harus mengedepankan agenda program dimaksud, salah satu tujuan akan membuat semangat kerja bagi para penyuluh perkebunan di Indonesia yang selama ini minim kegiatan. Diharapkan pemerintah pusat pada tahun kedepan juga dapat mengagendakan penerimaan PNS khusus tenaga tekhnis penyuluhan perkebunan. Selain proyeksi membangun masyarakat perkebunan yang mandiri tercipta, maka akan bermuara pada pencermatan pemanfaatan secara optimal atas banyaknya lahan tidur milik masyarakat.

Penulis memiliki sebuah pandangan optimis apabila pemerintah pusat melaksanakan penguatan program perkebunan 25 % dari APBN, maka dalam kurun waktu 2 tahun akan terlihat sebuah perkembangan baru didunia perkebunan, yang nantinya akan merupakan stimulus untuk program yang lebih mengarah dan bermanfaat. Kita harus mengakui penguatan sektor ini akan mendukung program lainya yang notabene harus tetap terjaga yaitu sektor pendidikan dan lingkungan hidup.

Menyikapi ini tentu dimulai dari sistim pendataan yang baik, atas lahan dan keadaan struktur tanah. Dan termasuk didalamnya harus memiliki perencanaan yang matang dan skala prioritas dan memiliki keseimbangan . Karena diera otonomi saat ini ada sistim yang penerapannya tidak balance oleh kepala daerah, maka sistim pengawasan dilakukan bukan hanya kwalitas pembangunan, termasuk penempatan pembangunan dimaksud apakah sudah memenuhi skala prioritas atau tidak, karena jangkauan pemikiran para pemimpin didaerah belum menunjukan kemampuan membangun yang pantas dan mengarah pada sebuah pengentasan yang saling menopang, terlalu banyak kebijakan politik yang menghantui pembangunan sehingga menyebabkan nilai profesionalisme memenej pembangunan daerah memiliki grafik yang sangat rendah dalam melahirkan dampak positif . Dan harus diakui dalam pemantauan penulis program pemerintah pusat yang dapat dianggap berjalan dan memenuhi standar kerakyatan, artinya program pusat lebih menyentuh bila dibandingkan pengunaan dana APBD di daerah, contoh PNPM (Pembangunan Nasional Pemberdayaan Masyarakat). Dengan standar perbandingan biaya 50% dari pagu Proyek APBD dengan item pekerjaan yang hampir sama dapat terselenggara dengan baik.

Harapan penulis pemerintah pusat harus kembali membangun kemajuan bangsa melalui ANEV (ANALISA DAN EVALUASI) dalam penerapan anggaran daerah saat ini. Khusus pembangunan infrastruktur yang diprogram oleh pusat melalui pemberdayaan masyarakat akan lebih baik dan bertanggung jawab dibanding program yang dikelola melalui APBD, artinya penyederhanaan pelaksanaan pembangunan infrastruktur perkebunan dimaksud, dapat dilakukan pemerintah melalui program yang dibentuk khusus untuk hal dimaksud dan langsung dalam pengawasan pusat.

Solusinya BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL harus menggantikan posisi BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH yang ada didaerah dan langsung bertanggung jawab kepada Presiden. Dengan konsep seperti ini dapat diminimalisir dan ditekan sebuah makna pemborosan Anggaran terutama yg dialokasikan ke daerah. Sehingga akan tercipta pembangunan yang dinamis sesuai amanat GBHN yang masih dapat ditauladani hingga saat ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar