Kamis, 13 Maret 2014

Dwi Karyanto : Ketika Politik Tanpa Konsensus

Maret, 12/2014

Politik adalah sebuah cara dan didalamya banyak sekali staregi dan sistem yang diterapkan dalam pencapaian tujuan politik itu sendiri, nahkoda dalam sebuah pelayaran politik harus mampu memberikan warna atas sesuatu yang harus dilakukan dengan tidak memberikan sinyal negatif justru akan menghambat perjalanan politik, karena komunikasi politik itu harus senantiasa berjalan dengan baik serta terarah dengan sistem penguatan kerja politik serta memanfaatkan semua bentuk issu dalam hal yang menguntungkan . 

Perjalanan politik merupakan titik berat pada transpormasi sosial, sehingga semua hal menyangkut gerakan sosial kemasyarakat harus dikedepankan guna menjalankan konsef politik dengan keutamaan membangun jaringan yang sehat dan berkelanjutan, dan tentu nilai-nilai kepercayaan harus ditanamkan dan apabila sebuah sitem propokasi sudah dikembangkan dalam sebuah kelompok yang bergerak dalam politik, maka missi politik itu akan hancur, sehingga pengembalian semangat kerja dalam politik sangat sulit dilakukan, sebab politik memiliki etika yang hidup bukan sebuah benda mati, karena pelaku adalah manusia yang hidup, memiliki perasaan, walaupun dalam politik hanya ada sebuah kepentingan belaka . 

Etika politik merupakan satu hal bentuk tanggung jawab sesuai teori dan harus berjalan dengan baik, bukan berdasarkan emosi, prasangka,dan apriori melainkan secara rasional, obyektif, dan argumentatif  karena semua akan mengarah pada pemahami ideologis . Walaupun etika politik bukan hal yang bisa mengkotbahi politikus, akan tetapi mampu memberikan patokan patokan orientasi atau merupakan pegangan - pegangan normatif bagi politikus yang akan menilai kualitas serta tatanan dalam kehidupan politik dengan tolak ukur martabat manusia . 

Dalam politik seseorang harus memiliki kemampuan dan senantiasa tidak kehilangan " Daya Dobrak Psikologis "  ( psichological striking force ) dalam perjuangan politik guna bisa membedakan dan menetukan mana hal yang utama dan hal yang bisa dikesampinkan, artinya dalam politik harus terjalin sebuah komitmen atau katakanlah sebuah konsesnsus agar semua bisa berjalan dengan baik, membedakan karakter dalam membina manusia sebagai pelaku missi tentu harus bisa dibedakan dengan baik, agar tidak terjadi perpecahan yang akan menimbulkan kehancuran missi dimaksud . 

Kebanyak politikus saat ini mengabaikan satu bentuk konsesnsus dan bahkan terjkadang pelanggaran atas konsensus yang tidak jelas asalanya, dan timbul permasalahan politik lainya yang justru tidak menguntungkan serta menimbulkan manuver - manuver , dan seorang politikus kadang mengambil jalan cepat dan menjual bentuk simbol keagamaan dalam melakukan legitimasi diri guna mencapai tujuan, dan bahkan menjadikan agama sebagai basis solidaritas politik komunal artinya seorang politisi dimaksud dengan mengatasnamakan agama dengan tujuan mencari legitimasi atau dukungan saja, atau dapat diartikan bahwa politikus dimaksud tidak memil;iki agenda politik jangka panjang yang jelas dan rasional . 





Tidak ada komentar:

Posting Komentar