Kamis, 06 Maret 2014

Ontologi Taubat Dalam Wawasan Hadis

  I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Manusia hidup sangat jelas banyak menumpuk keslahan dan dosa, maka sungguh merugi manusia yang tidak menjalankan tobat, walaupun cidra kehidupan berulang dan menyakitkan jiwa kita, sungguh jalan terbaik adalah tobat kehadapan Allah, SWT ;Beberapa waktu yang lalu, atau tepat pada Hari Rabu tanggal 30 September 2009 pukul 17.16 WIB. terjadi gempa dahsyat di Kota, Padang Sumatera Barat, kemudian keesokan harinya terjadi lagi gempa di Kerinci, Jambi.
Beberapa saat kemudian banyak teman-teman penulis mengirimkan SMS (Short Message Service/pesan singkat) yang menghubungkan antara kejadian gempa di Padang tersebut dengan surat ke-17 dari al-Qur'an al-Karim yaitu Surah al-Israa' ayat ke-16.
Ayat tersebut artinya berbunyi sebagai berikut:
 Dan jika kami hendak membinasakan suatu negeri, Maka kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, Maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan kami), Kemudian kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.
Menjawab pesan tersebut penulis mengatakan bahwa kejadian gempa itu tidak berhubungan secara langsung dengan ayat tersebut. Ayat tersebut menggambarkan bahwa ketentuan Allah swt. (dalam hal ini berbentuk gempa) ditimpakan kepada suatu negeri yang tidak taat (maksiat) kepada Allah swt. Kalaulah ayat tersebut langsung dihubungkan dengan kejadian di Kota Padang tersebut, tentu yang menjadi pertanyaan adalah: Kenapa yang "dipilih" Kota Padang?, Bukankah masih banyak kota-kota lain yang lebih maksiat dari Kota Padang?.
Suatu hal yang penting yang perlu diingat oleh semua manusia adalah untuk banyak-banyak muzakarah (mengingat segala kemaksiatan) yang telah dilakukan dan segera melakukan taubat setelah itu. Bahwa Allah swt. Memerintahkan manusia untuk memperbaiki diri dari segala kamaksiatan adalah sebuah keharusan.
Salah satu unsur penting berkenaan dengan perbaikan diri untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik dalam Islam adalah dengan melakukan taubat. Karena pentingnya permasalahan taubat maka al-Qur'an mencantumkan satu surah sendiri yang diberinama Surah al-Taubah, yakni surah kesembilan.
Tidak hanya al-Qur'an yang memberikan perhatian lebih terhadap permasalahan taubat ini, dalam kitab-kitab hadis juga tercantum berbagi permasalahan yang berkenaan dengannya. Imam Muslim tidak kurang dari satu bagian (kitab) penuh dalam kitabnya Shahih Muslim yang terdiri dari sepuluh bab yang membahas permasalahan ini.

B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis mengangkat pokok pembahasan seputar permasalahan taubat dalam perspektif hadis dengan mengajukan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana taubat ditinjau dari hadis Rasulullah saw.?
2. Bagaimana status hadis-hadis yang berkenaan dengan taubat?

C. Metodologi Penelitian dan Batasan Masalah
Dalam tulisan mengenai permasalahan taubat dalam perspektif hadis ini, penulis menggunakan metode maudhû’iy dimana penulis berusaha mengumpulkan hadits-hadits yang memiliki kaitan dengan pembahasan dari berbagai sumber. Selanjutnya penulis melakukan peneltian (Takhrij) yang mengkombinasikan antara takhrij bi al-maudhu' dan takhrij bi al-lafz. Berkenaan dengan tulisan ini, penulis akan meneliti dan menggabungkan dua permasalah di atas dalam satu rangkaian utuh (tanpa memisahkan antara substansi pembahasan dengan penelitian kualitas hadis). Kata kunci yanga penulis gunakan dalam penelusuran hadis adalah: (تاب) ‘taba’ dan derifasinya atau yang terkait dengannya, seperti خطأ)) ‘khaţţaa’ dan derifasinya. Hadits-hadits tersebut kemudian diklasifikasi berdasarkan tema kajian untuk kemudian dilakukan naqd (kritik) terhadap hadits yang masih menjadi bahan perdebatan ke-shahih-annya agar diketahui tingkat kualitas hadis tersebut. Langkah selanjutnya adalah menggali makna hadits tersebut dalam kitab-kitab syarah hadis. Terakhir adalah mengambil kesimpulan dari penelitian yang dilakukan.

II. TAUBAT DALAM TINJAUAN HADIS RASULULLAH SAW.
A. Makna Taubat
al-taubah (التوبة) dalam Bahasa Arab adalah bentuk dasar (mashdar) dari kata توب dalam Bahasa Indonesia diistilahkan dengan kata "taubat". Istilah terakhir yang disebutkan juga dalam Kamus Besar Bahasa Indenesia dengan kata "tobat" berarti: sadar dan menyesal akan dosanya dan berniat akan memperbaiki tingkah laku dan perbuatannya. Kata ini juga berarti kembali kepada agama (jalan, hal) yang benar. Sementara itu dalam kamus lisan al-'Arab disebutkan bahwa taubat berarti الرُّجُوعُ من الذَّنْبِ (kembali (kepada kebenaran) setelah melakukan dosa)). Hal yang senada juga disebutkan dalam maqayis al-Lughah bahwa makna taubat adalah كلمةٌ واحدةٌ تدلُّ على الرُّجوع (satu kata yang mengindikasikan kembali).
Secara istilah, taubat berarti kembali kepada Allah swt. Dengan melepaskan segala penyimpangan yang telah dilakukan, kemudian bertekad untuk melaksanakan hak-hak Allah swt.
Seseorang disebut kembali jika ia telah mencapai capaian tertentu. Tidaklah kembali seseorang jika ia tidak bergerak (melakukan sesuatu) dari tempat asalnya. 'Abd al-Ra'uf al-manawiy menggunakan kata penyesalan (al-nadmu), untuk men-syarah (menjelaskan) hadis nabi:
حدثنا يعقوب بن حميد بن كاسب المديني . حدثنا أبو معاويةض . حدثنا جعفر بن برقان عن يزيد بن الأصم عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه و سلم قال : لو أخطأتم حتى تبلغ خطاياكم السماء ثم تبتم لتاب عليكم (رواه ابن ماجه)
dan menyatakan bahwa api penyesalan itu membakar segala kesalahan. Hadis ini mengandung arti: Kalaupun anda telah berdosa sampai kesalahanmu mencapai langit kemudian kamu bertaubat (kembali melakukan kebaikan) maka Allah swt. akan menerima taubatmu (mengembalikan kamu kepada kebaikan).
Makna-makna ini tampaknya senada dengan hadis Rasulullah saw. sebagai berikut:
هشام بن عمار . حدثنا سفيان عن عبد الكريم الجزري عن زياد بن أبي مريم عن ابن معقل قال دخلت مع أبي علي عبد الله فسمعته يقول قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : الندم توبة (رواخ ابن ماجه)
Hadis ini menunjukkan bahwa penyesalan itu adalah taubat (kembali kepada kebenaran).
Senada dengan makna ini, al-Bukhariy meriwayatkan hadis dari Ibnu 'Abbas sebagi berikut:
حدثنا عثمان بن أبي شيبة حدثنا جرير عن منصور حدثني سعيد بن جبير أو قال حدثني الحكم عن سعيد بن جبير قال : أمرني عبد الرحمن بن أبزى قال سل ابن عباس عن هاتين الآيتين ما أمرهما { ولا تقتلوا النفس التي حرم الله إلا بالحق } . { ومن يقتل مؤمنا متعمدا } . فسألت ابن عباس فقال لما أنزلت التي في الفرقان قال مشركوا أهل مكة فقد قتلنا النفس التي حرم الله ودعونا مع الله إلها آخر وقد أتينا الفواحش فأنزل الله { إلا من تاب وآمن } . فهذه لأولئك وأما التي في النساء الرجل إذا عرف الإسلام وشرائعه ثم قتل فجزاؤه جهنم . فذكرته لمجاهد فقال إلا من ندم (رواه البخاري)

Hadis yang disebutkan terakhir ini merupakan tafsir Ibnu 'Abbas terhadap ayat ولا تقتلوا النفس التي حرم الله إلا بالحق (surat al-Furqan ayat 86) dan ayat ومن يقتل مؤمنا متعمدا (surat al-Nisa' ayat 39) yang ditanya oleh Sa'id bin Jabir atas perintah 'Abd al-Rahman bin Abziy. Dalam penjelasan tersebut Ibnu 'Abbas menyatakan bahwa ayat pertama itu menunjukkan keberadaan kaum musyrikin Mekkah yang telah membunuh orang-orang yang diharamkan atasnya (untuk dibunuh). Mereka juga telah menyeru kepada selain Allah swt., dan telah melakukan perbuatan keji, maka kemudian Allah swt. menurunkan ayat إلا من تاب وآمن (surat Maryam ayat 60). Sementara ayat yang berada pada surat al-Nisa' adalah diperuntukkan bagi orang yang telah mengenali Islam dan syari'atnya kemudian orang tersebut melakukan pembunuhan, maka ganjarannya adalah neraka Jahannam. Ketika ditanyakan kepada Mujahid, maka orang terakhir menjawab: "kecuali yang menyesali (perbuatannya).
berkenaan dengan hadis ini, al-'Asqalaniy menjelaskan bahwa seseorang jika telah menjadi muslim dan mengenal syari'at Islam, maka tidak ada lagi taubat (penyesalan) bagi orang tersebut.

B. Perintah Taubat
Salah satu kebajikan yang harus dilakukan oleh manusia adalah taubat, baik bagi yang merasa melakukan dosa ataupun yang tidak merasa melakukan dosa. Taubat bagi orang yang merasa melakukan dosa merupakan jalan untuk memohon ampun kepada Allah swt. terhadap segala dosa yang telah diperbuat. Sementara taubat bagi orang-orang yang merasa tidak melakukan dosa merupakan sarana yang baik untuk memperbanyak pahala. Oleh karena itu, taubat merupakan salah satu perintah yang harus dilakukan.
Ada banyak ayat al-Qur'an dan al-hadis yang menyatakan tentang perintah taubat. Salah satu ayat yang memerintahkan taubat adalah yang terdapat dalam surat al-Tahrim ayat 8 yang artinya sebagai berikut:
Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan nabi dan orang-orang mukmin yang bersama Dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah Kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu."
Sementara itu perintah taubat juga disebutkan dalam hadis Rasulullah saw. di antara hadis tersebut adalah yang berbunyi sebagai berikut:
أخبرنا الفضل بن سهل حدثنا شريح بن النعمان حدثنا محمد بن مسلم عن إبراهيم بن ميسرة عن عطاء عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم جمع الناس فقال يا أيها الناس توبوا إلى الله فإني أتوب إلى الله في اليوم مائة مرة (رواه مسلم)
Artinya: Hai manusia bertaubatlah kepada Allah, karena aku bertaubat kepada-Nya seratus kali dalam sehari.
Dalam hadis lain disebutkan:
حدثنا عبد الله حدثني أبي حدثنا يونس حدثنا ليث عن يزيد يعني ابن الهاد عن اسمعيل بن عبد الله بن جعفر قال:
بلغني أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال ما من إنسان يكون في مجلس فيقول حين يريد أن يقوم سبحانك اللهم وبحمدك لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك إلا غفر له ما كان في ذلك المجلس فحدثت هذا الحديث يزيد عن خصيفة قال هكذا حدثني السائب بن يزيد عن رسول الله صلى الله عليه وسلم. (رواه أحمد بن حنبل)
Hadis ini menjelaskan tentang perintah Rasulullah saw. untuk mengucapkan ربنا وبحمدك لا إله إلا أنت أستغفرك ثم أتوب إليك (ya Rabb kami, kami memuji-Mu tiada Ilah kecuali Kamu, kami memohon ampunan-Mu dan bertaubat kepadamu) sebelum meninggalkan sebuah pertemuan (majlis) yang di dalamnya banyak kelalaian. Dengan do'a (ucapan ini) niscaya Allah swt. akan memberikan ampunannya.


C. Urgensi Taubat
Kehidupan manusia berada antara perbuatan baik dan perbuatan jahat. Bagaimanapun baiknya manusia tetap ada kejahatannya. Begitu juga sebaliknya betapapun jahatnya manusia tentu ada juga kebaikannya. Dua potensi diri (potensi baik dan potensi jahat) ini selalu tarik menarik dalam diri manusia.
Taubat merupakan salah satu sarana yang dipersiapkan oleh Allah swt. Kepada manusia jika berada di antara persimpangan kedua potensi diri tersebut. Bertaubat kepada Allah swt. merupakan perbuatan yang terpuji di dalam pandangan Allah swt. hal ini sesuai dengan apa yang digambarkan dalam hadis Rasulullah saw. sebagai berikut:
حدثنا أحمد بن منيع . حدثنا وزيد بن الحباب . حدثنا علي بن مسعد عن قتادة عن أنس قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : كل بني آدم خطاء . وخير الخطائين التوابون (رواه ابن ماجه)
Artinya: Setiap anak Adam bersalah, dan sebaik-baiknya yang bersalah adalah yang bertaubat.
Al-Mula 'Aliy al-Qariy, sekali lagi, memberikan konotasi taubat (التوابون), dalam menjelaskan hadis yang senada, dengan الراجاعون (orang-orang yang kembali) yakni kembali kepada Allah swt. dari (melakukan) maksiat kepada ketaatan.
Dalam hadis lain diungkapkan juga bagaimana Allah menyukai perbuatan taubat ini:
حَدَّثَنِى سُوَيْدُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ مَيْسَرَةَ حَدَّثَنِى زَيْدُ بْنُ أَسْلَمَ عَنْ أَبِى صَالِحٍ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ قَالَ « قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِى بِى وَأَنَا مَعَهُ حَيْثُ يَذْكُرُنِى وَاللَّهِ لَلَّهُ أَفْرَحُ بِتَوْبَةِ عَبْدِهِ مِنْ أَحَدِكُمْ يَجِدُ ضَالَّتَهُ بِالْفَلاَةِ وَمَنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ شِبْرًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا وَمَنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا وَإِذَا أَقْبَلَ إِلَىَّ يَمْشِى أَقْبَلْتُ إِلَيْهِ أُهَرْوِلُ »)رواه مسلم)
Artinya: Allah 'Azza wa Jalla berfirman: Aku berada pada persangkaan hamba-Ku terhadap-Ku, dan aku bertanya selagi dia mengingat-Ku. Demi Allah, Allah lebih senang dengan taubat hamba-Nya dari pada kesenangan salah seorang di antara kalian yang memperoleh kembali hewannya yang hilang di hamparan tanah. Siapa yang mendekati kepada-Ku sejengkal, Aku mendekat kepadanya sehasta. Siapa yang mendekat kepada-Ku sehasta, Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika dia datang kepada-Ku dengan berjalan, Aku datang kepadanya dengan berlari-lari kecil.

D. Fungsi Taubat
Sebagaimana disebutkan di atas, taubat harus dilakukan oleh orang yang merasa berdosa dan perlu dilakukan oleh orang yang merasa tidak berdosa. Bagi orang yang merasa melakukan dosa, taubat berfungsi sebagai pengembali diri ke jalan yang benar setelah melakukan penyimpangan dari jalan Allah swt.
Sementara bagi orang yang tidak merasa melakukan dosa, taubat berfungsi sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran untuk selalu patuh pada perintah Allah swt. Selain itu juga berfungsi sebagai sarana untuk meningkatkan kualitas iman.
Oleh karena itu, pada dasarnya taubat harus dilakukan kapan saja, apakah merasa melakukan dosa atau tidak, ketika senang ataupun sedih, ketika malam ataupun siang dan lain sebagainya, sebagaimana yang disebutkan dalam hadis:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا عُبَيْدَةَ يُحَدِّثُ عَنْ أَبِى مُوسَى عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَبْسُطُ يَدَهُ بِاللَّيْلِ لِيَتُوبَ مُسِىءُ النَّهَارِ وَيَبْسُطُ يَدَهُ بِالنَّهَارِ لِيَتُوبَ مُسِىءُ اللَّيْلِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا »)رواه مسلم)
Artinya: Sesungguhnya Allah 'Azza wa Jalla membentangkan tangan-Nya pada malam hari untuk mengampuni (pelaku maksiat) pada siang hari, dan membentangkan tangan-Nya pada siang hari untuk mengampuni (pelaku maksiat) pada malam hari hingga mata hari terbit dari tempat terbitnya.
Al-Nawawiy menjelaskan tentang digunakannya ungkapan "membentangkan tangan" yang mengindikasikan diterimanya taubat, karena kebiasaan orang Arab jika menerima (ridha) terhadap sesuatu maka ia akan membentangkan tangan.
Dari penjelasan tersebut, membentangkan tangan, dapat dapat membuktikan kembali bahwa taubat berarti kembalinya seseorang diterima karena ke-ridha-an orang yang menerimanya.
Disebutkan pula dalam hadis bahwa taubat manusia tetap diterima sebelum dalam keadaan sakaratu al-maut (ketika ruh telah sampai ke tenggorokan).
حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا علي بن عياش وعصام بن خالد قالا ثنا بن ثوبان عن أبيه عن مكحول عن جبير بن نفير عن بن عمر عن النبي صلى الله عليه و سلم قال : ان الله يقبل توبة العبد ما لم يغرغر)رواه أحمد بن حنبل)
Artinya: Sesungguhnya Allah menerima taubat hamba selagi nyawa belum sampai ke tenggorokan.
Sebagaimana Juga disebutkan pada sub bagian "Makna Taubat" sebelumnya bahwa Allah swt. menerima taubat pelaku dosa, meskipun dosanya sudah terlampau banyak, sebagaimana disebutkan dalam hadis:
حدثنا يعقوب بن حميد بن كاسب المديني . حدثنا أبو معاويةض . حدثنا جعفر بن برقان عن يزيد بن الأصم عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه و سلم قال : لو أخطأتم حتى تبلغ خطاياكم السماء ثم تبتم لتاب عليكم )رواه ابن ماجه)
Artinya: Seandainya kalian berbuat salah, sehingga kesalahan kalian mencapai langit, kemudian kalian bertaubat, niscaya Allah akan mengampuni kalian.

E. Cara Bertaubat
Selain mengingat kesalahan dan menyesalinya, bertekad untuk tidak kembali melakukan segala kesalahan yang diperbuat, langkah lain untuk melakukan taubat adalah dengan melakukan shalat taubat sebagaimana yang disebutkan dalam hadis Rasulullah saw.
حدثنا قتيبة حدثنا أبو عوانة عن عثمان بن المغيرة عن علي بن ربيعة عن أسماء بن الحكم الفزاري قال سمعت عليا يقول : إني كنت رجلا إذا سمعت من رسول الله صلى الله عليه و سلم حديثا نفعني الله منه بما شاء أن ينفعني وإذا حدثني رجل من أصحابه استحلفته فإذا حلف لي صدقته وإنه حدثني أبو بكر وصدق أبوبكر قال سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول ما من رجل يذنب ذنبا ثم يقوم فيتطهر ثم يصلي ثم يستغفر الله إلا غفر له ثم قرأ هذه الآية { والذين إذا فعلوا فاحشة أو ظلموا أنفسهم ذكروا الله } إلى آخر الآية )رواه الترمذي)
Artinya: Setiap orang yang melakukan dosa, kemudian dia bangkit lalu berwudlu', kemudian ia memohon ampun kepada Allah swt. Allah swt. Akan memberikan ampunan kepadanya. Setelah itu ia membaca ayat (yang artinya): Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka Mengetahui.

III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan yang telah penulis kemukakan di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Taubat memiliki arti: a. menyesal; b. kembali. Arti yang pertama mengandung arti menyesali segala dosa dan yang kedua berarti kembali kepada kebenaran (setelah melakukan dosa). Kedua hal merupakan sesuatu yang harus dan dianjurkan dalam Islam. Taubat dapat mengantarkan orang untuk tidak lagi melakukan dosa dan untuk meningkatkan kualitas hidup. Taubat dapat dilakukan kapan saja, meskipun dosa telah banyak tertumpuk. Bertobat juga merupakan salah satu hal yang disukai oleh Allah swt.
2. Ada sejumlah hadis yang mengemukakan tentang taubat di antaranya terdapat dalam: Shahih al-Bukhariy, Shahih Muslim, Sunan Ibn Majah, Musnad Ahmad bin Hanbal, Sunan al-Tirmidziy. Riwayat-riwayat tersebut menunjukkan kualitas yang termasuk kategori maqbul li al-hujjah (dapat diterima sebagai dalil) yakni berkualitas shahih dan hasan. Akan tetapi di antara hadis tersebut ditemukan juga yang dla'if (dilemahkan), namun demikian hadis-hadis tersebut tidak hanya memiliki jalur tunggal, tetapi juga memiliki jalur pendukung yang dapat mengangkat derajat hadis tersebut.

B. Implikasi
Tulisan ini sesungguhnya ditujukan tidak hanya mengupas masalah taubat dalam pandangan hadis, tetapi juga untuk melakukan "eksperimen" terhadap formulasi penulisan wacana hadis tematik. Diharapkan dengan dibacanya tulisan ini akan mendapatkan berbagai formula yang lebih komprehensif, efektif, dan efisien. Dengan demikian maka rumusan tata kerja penulisan hadis tematik dapat menjadi sebuah model yang baku.
Melalui tulisan ini juga diharapkan dapat memotivasi penulis secara khusus dan seluruh yang membacanya, secara umum, untuk sering instrofeksi diri (muhasabah) dan segera bertaubat.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur'an al-Karim
al-'Ala, Muhammad 'Abd al-Rahman bin 'Abd al-Rahim al-Mubarakfuriy Abû. Tuhfat al-Ahwaziy bi Syarh Jami' al-Turmudziy, (Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah, tt.), (CD Rom al-Maktabah al-Syâmilah)
Ahmad, Arifuddin. Metode Tematik dalam Pengkajian Hadis: Sebuah Konstruksi Epistimologis (pidato pengukuhan Guru Besar), (Makassar: Universitas Islam Negeri Alauddin, 2007)
Ali, Atabik dan Ahmad Zuhdi Muhdlor. Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1998
al-Azadiy, Sulaiman bin Asy'ats Abû Dawud al-Sijistaniy. Sunan Abi Dawud, (t.tp.: Dar al-Fikr, tt), (CD Rom Al-Maktabah al-Syâmilah)
al-Darimiy, 'Abd Allah bin 'Abd al-Rahman bin al-Fadhl Bahram. al-Taymiy, Abû Muhammad, Sunan al-Darimiy, (Beirut: Dar Ibn Hazm, 1421 H), (CD Rom Al-Maktabah al-Syâmilah)
al-Farmawi, Abd al-Hayy. Metode Tafsir Maudhu’i dan Cara Penerapannya, Bandung: Pustaka Setia, 2002
HT., Qadir Gassing dan Wahyudin Halim. Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah Makalah, Skripsi, Tesis, dan Disertasi, Makassar: Alauddin Press, 2009
Ismail, M. Syuhudi. Metodologi Penelitian Hadis Nabi, Jakarta: Bulan Bintang, 2007
al-Ja'fiy, Muhammad bin Isma'il Abû 'Abd Allah al-Bukhariy. al-Jami' al-Shahîh al-Mukhtashar (Shahîh al-Bukhariy), (Beirut: Dar ibn Katsir, 1407 H/ 1987 M) (CD Rom Al-Maktabah al-Syâmilah)
al-Manawiy, 'Abd al-Ra'uf. Qaydh al-Qadir Syarh al-Jami' al-Shaghir, (Mesir: al-Maktabah al-Tijariyah al-Kubra, 1356 H), (CD Rom Al-Maktabah al-Syâmilah)
al-Mishriy, Muhammad bin Mukarram bin Manzur al-Afriqiy. Lisan al-'Arab, (Beirut: Dar Shadir, tt.), (CD Rom Al-Maktabah al-Syâmilah)
al-Naisaburiy, Abu Al-Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairiy Shahih Muslim, (Riyadh: Dar al-Salam lia al-Nasyri wa al-Tauzi', 1998)
al-Nawawiy, Abû Zakariya Yahya bin Syarf, bin Mariy. al-Manhaj Syarh Shahîh Muslim al-Hajjâj, (Beirut: Dar Ihya' al-Turats al-'Arabiy, 1392), (CD Rom Al-Maktabah al-Syâmilah)
Poerwadarminta, W.J.S. diolah kembali oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia Jakarta: Balai Pustaka, 1985
al-Qardhawiy, Yusuf. al-Taubah Ila Allah, terj. Kathur Suhardi, Taubat, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1998
al-Qariy, Al-Mula 'Aliy. Mirqat al-mafatih Syarh Misykat al-Mashabih, (Mawaqi' al-Misykat al-Islamiyyah, www.almeshkat.net/books/index.php), (CD Rom Al-Maktabah al-Syâmilah)
al-Qazwayniy, Muhammad bin Yazid Abû 'Abd Allah. Sunan Ibn Majah, (Berut: Dar al-Fikr, tt), (CD Rom Al-Maktabah al-Syâmilah)
al-Silmiy, Muhammad bin 'isa Abû 'isa al-Tirmidziy. al-Jami' al-Shahîh Sunan al-Tirmidziy, (Beirut: Dar Ihya' al-Turats al-Arabiy, tt), (CD Rom Al-Maktabah al-Syâmilah)
al-Syaibani, Muhammad bin Hanbal Abû 'Abd Allah. Musnad Ahmad bin Hanbal, (Kairo: Mu'assasah al-Qurthubah, tt), (CD Rom Al-Maktabah al-Syâmilah)
-------, kitab Musnad al-Makyini, Bab hadits al-Sa'ib bin Yazid, (CD Rom Mausu'ah al-Hadits al-Nabawiy al-Syarif, al-Ishdar al-Tsaniy)
Weinsinck, A.J. al-Mu'jam al-Mufahras li Alfdz al-Hadits, (Leiden: Maktabah Brill, 1926)
-------, Muhammad Fuad Abd al-Baqi (Ed.), Miftah Kunuz al-Sunnah, (Lahore: Idarah Tarajaman al-Sunnah, 1978) ( Masiyan Makmun Syam )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar